Page 57 - 9 dari Nadira
P. 57
,Nina don ,Nodira
gairah untuk melahap menu S u n d a kesukaan keluarga
Suwandi itu sudah pupus hingga ke titik no/.
Sambil bergumam untuk permisi dari m e j a makan,
Arya kemudian berdiri dan membawa piringnya kedapur.
Nadir a kemudian menyusul a.bangnya.
***
New York, 1992
Senja sudah turun di Washington Square Park, jantung
Greenwich Village yang s e l alu dipilih Nadira sebagai tempat
membaca buku. D i masa Nadira sekolah di Kanada persis
sembilantahun silam, diamemilih Greenwich Villagesebagai
tempatnya melarikan diri selama musim panas. Dia bekerja di
beberapa tempat-belakang panggung Off Broadway, magang
di beberapa media lokal, dan bahkan sempat menjadi tukang
cuci pi ring di sebuah kafe-un�uk mengisi koceknya selama
musim panas. Nina hanya sempat mengunjunginya satu kali
di New York karena dia sendiri tengah menyelesaikan kuliah
di Jurusan S e j arah di kampus Rawamangun Universitas
Indonesia.
Musim panas tahun 1983, tiba-tiba membangun se
buah hubungan yang baru tanpa se j arah. Tanpa ingatan
d
masa lalu. Tanpa bercak-bercak hitam i dasar hati. Tentu
saja Nina dan Nadira mempunyai pandangan yang berbeda
tentang New York. Bagi Nina, New York adalah kemegahan
dan keberhasilan kapitalisme yang bisa dinikmati melalui
EmpireStateBuildingdi malam hari; sedangkan Nadirame
nikmati New York pada setiap senja di Washington Square
Park sambil membaca salah satu buku yang dibelinya d i
toko buku bekas. Bagi Nina, New York adalah kekuatan
Wall Street yang menjadi kompas bagi pergerakan saham
48