Page 52 - 9 dari Nadira
P. 52
l:ieilo g,. Chudori
matik itu malah asyik menoeritakan proses kreativitasnya.
Pad a men it kel i ma, saat G i lang mu I ai mencer itakan tafsi rnya
tentang sosok Tunggul Ametung, Nadira lupa pertanyaan
yang akan dilontarkannya.
***
New York, September 1992
Nina berjalan kaki sendirian di kawasan Greenwich
Village di sebuah sore. Nina tahu, inilah bagian New York
yang disukai Nadira d i masa lalu: bohemian, beraroma
intelektual, dan membebaskan warganya untuk menjadi
diri sendiri. Tetapi Nina lebih merasa bergairah di tengah
Manhattan. Meski Greenwich Village berlokasi di Lower
Manhattan, Nina selalu bermimpi suatu hari dia menjadi
bagian dari Upper East, di rnana kehidupan warganya ada
lah gambaran tokoh-tokoh Woody Allen: kaya-raya tanpa
memikirkan sumber uang; menyaksikan opera sebagai ba
gian dari kegiatan akhir pekan; mengadakan makan malam
yang menggairahkan bersama para penulis, editor, sineas.
dramawan, sembari membicarakan karya-karya seniman
terkemuka di apartemen yang dindingnya digelantungi lito
grafi dan patung karya seniman dari negara-negara Dunia
Ketiga (demikianlah para New Yorker menyebut negara
seperti Indonesia).
Nadira tak cocok dengan karakter Amerika, kecuali
New York. Bagi Nadira, New York membuat dia bisa me
mahami Woody Allen dan J.D. Salinger, dua s e n iman
dunia yang melekat di hatinya. Tapi Nadira tak akan me
milih Amerika sebagai tempat tinggal. Alasan Nadira:
Amerika memaksakan konsep melting-pot, siapa saja yang
datang dan menjadi imigran, diceburkan dengan paksa ke
dalam mangkok besar bernama Amerika Serikat sehingga
4,:5