Page 7 - Alifia Nurul Safira (22291001), Maolida Ahmalia (22290125), Khotibul Umam (22291005), M. Rizwan Hasyim (22291006) Dalam lingkungan sekolah elit yang penuh dengan tekanan sosial, enam remaja menghadapi konflik, diskriminasi, dan perundungan yang merongrong keseharian mereka. Titus, seorang siswa dengan kebanggaan akan identitasnya, berjuang untuk bersuara melawan ketidakadilan, meskipun teman- temannya seperti Amira menunjukkan sikap ambigu. Didorong oleh bimbingan Pak Tedy, seorang guru bijaksana, kisah ini mengungkap kebenaran yang selama ini terbungkäm, mengajarkan arti empati, keberanian, dan pentingnya menghormati perbedaan.
P. 7

Siska: (terus memprovokasi)
               "Oh, kami tahu kok. Kau dari mana, kulitmu kayak apa. Itu udah cukup buat kami." (tertawa
               lagi)


               Siska: (continues to provoke) “Oh, we know. Where you're from, what your skin looks like.
               That's enough for us.” (laughs again)

               Albi: (melirik ke kanan kiri, merasa tidak nyaman dengan situasi ini)
               "Revan, Siska... udahlah, kita makan aja. Aku lapar."

               Albi: (glances right and left, feeling uncomfortable with this situation) "Revan, Siska... That's
               it, let's just eat. I'm hungry."


               Revan: (dengan nada meremehkan)
               "Ah, Albi! Kau ini kenapa sih? Ini cuma bercanda. Kalau mereka nggak kuat, berarti mereka
               lemah."

               Revan: (in a dismissive tone) “Ah, Albi! What's wrong with you? It's just a joke. If they're not
               strong, they're weak.”


               Amira: (berbisik lagi kepada Titus)
               "Titus, sudah, kita pergi saja. Nggak ada gunanya berdebat sama mereka."

               Amira: (whispers again to Titus) “Titus, let's just go. There's no point in arguing with them.”

               Titus: (perlahan berdiri, tatapannya penuh kekecewaan, tapi dia tahu tak ada gunanya
               melawan)
               "Amira, aku capek terus-terusan harus lari. Mereka nggak akan berhenti."

               Titus: (slowly stood up, his gaze full of disappointment, but he knew there was no point in
               resisting) “Amira, I'm tired of running all the time. They won't stop.”

               Saat Titus hendak pergi, Pak Tedy tiba-tiba muncul di dekat mereka, memperhatikan
               percakapan dari kejauhan. Suaranya tenang, tapi tegas.


               Just as Titus was about to leave, Mr. Tedy suddenly appeared near them, watching the
               conversation from a distance. His voice was calm, but firm.


               Pak Tedy: "Titus, Amira, duduklah kembali. Kita akan selesaikan ini sekarang."

               Mr. Tedy: “Titus, Amira, sit back down. We'll finish this now.”


               Revan, Siska, dan Albi terlihat kaget dengan kedatangan Pak Tedy, tetapi Revan berusaha
               tetap terlihat santai.

               Revan, Siska, and Albi looked surprised by Mr. Tedy's arrival, but Revan tried to still look
               relaxed.

               Revan: (tersenyum licik, mencoba menutupi rasa terkejut)
               "Wah, Pak Tedy! Kami cuma bercanda kok. Nggak ada yang serius, kan, teman-teman?"


                                                                                                         3
   2   3   4   5   6   7   8   9   10   11   12