Page 18 - dear-dylan
P. 18

“Sori, Lan, gue nggak bisa. Ada pemotretan, dan gue harus ngurusin badan lagi nih, minggu
               depan gue ikut rombongan Anne Avantie ke State, ada undangan fashion show di sana.”
                    Huh! Ingin rasanya aku mengucapkan “minggu-depan-gue-juga-ikut-rombongan-Donatella-
               Versace-ke-Planet-Mars-ada-undangan-fashion-show-di-sana”!
                    “Ohh, ya udah. Good luck deh buat kerjaan lo.”
                    “Oke. Ntar pipi lo kompres pake es batu gih, biar hilang merahnya,” kata Regina sambil,
               sekali lagi, menyentuh pipi Dylan!
                    Kalau  dia  nggak  segera  cabut  dari  sini,  dia  yang  akan  kubuat  terpaksa  mengompres  pipi
               dengan es batu nanti malam!
                    Regina ber-dadah ria pada Dylan (kelihatannya dia sengaja berpura-pura aku nggak ada di
               sebelah Dylan), kemudian berlalu pergi. Dylan menggandeng tanganku lagi dan kami masuk ke
               Pizza Hut.
                    Sampai pesanan kami datang, aku masih merengut bete.
                    “Kok kamu nggak makan?”
                    Aku  makin  manyun.  “Nggak!  Minggu  depan  gue  ada  show  Anne  Avantie  di  State!  Harus
               ngurusin badan!”
                    Alis Dylan terangkat sebelah, lalu dia terpingkal-pingkal.
                    “Kamu marah ya sama Regina? Gara-gara dia menyentuh pipiku tadi?”
                    Aku  membuang  muka.  Ternyata  aku  keliru  menilai  Dylan  cerdas!  Buktinya,  untuk
               pertanyaan yan gudah jelas jawabannya gitu aja, dia masih nanya!
                    “Cieee... yang lagi cemburu,” Dylan menggodaku, tapi aku tetap buang muka. Biar aja sekali-
               sekali dia tahu rasanya dicuekin! Suer, aku kesel banget tadi sepanjang dia ngobrol sama Regina!
                    Aku merasa... minder. Dan terintimidasi. Hanya dengan kehadiran seorang Regina Helmy.
                    “Jangan gitu, Say. Aku nggak ada apa-apa kok sama Regina. Di video klip sekalipun, adegan
               kami nggak ada yang berhubungan sama mesra-mesraan. Klip itu kan isinya tentang cewek sama
               cowok yang berantem melulu.”
                    Kayaknya aku mulai melunak. Iya ya, urusan Dylan dan Regina kan cuma di syuting video
               klip itu saja, dan kalau video klip itu sudah selesai, berarti mereka nggak akan beruruan lagi. Done.
                    “Yahh...,”  kataku  akhirnya,  setengah  merengek,  “wajar  kan  kalau  aku  khawatir  kamu
               kecantol cewek macam Regina. Dia kan cantik, langsing, modis, model top pula...”
                    “Say, aku tuh cari pacar yang bisa bikin aku merasa there’s no one else I’d rather spend my time
               with. Yang kalau aku nggak ketemu dia sehariii aja, aku bisa kangen setengah mati. Pacar yang
               mau  diajak  makan  Pizza  Hut  bareng,  bukannya  yang  menolak  dengan  alasan  dia  diet  karena
               minggu depan ada undangan fashion show.”
                    Aku  menelan  ludah.  Ah,  memang  aku  sering  sekali  jadi  childish  dan  konyol  begini.  Dan
               hebatnya, Dylan selalu bisa menghadapi aku dengan tenang.
                    Kok dia masih bisa tahan juga ya sama aku??
                    “Tapi... tapi... kenapa dia pegang-pegang pipimu segala?” tanyaku tergagap. Aku jadi malu
               sudah ngambek, tapi gengsi dong kalau ngaku!
                    “Regina emang orangnya gitu, suka SKSD.” Dylan nyengir dan aku merasa senang melihat
               ada satu poin negatif Regina di mata Dylan. Seperti yang kubilang sebelumnya, satu poin jelek
               akan membuat cewek itu terlihat sedikit manusiawi.
                    “Berarti kamu nggak suka, kan... nggg... digituin?”
                    “Digituin gimana? Dipegang-pegang pipinya? Ya nggak sukalah, Say... sebel banget!”
                    “Oohh...”
   13   14   15   16   17   18   19   20   21   22   23