Page 16 - dear-dylan
P. 16
8. Jangan pernah mengajak Dylan bicara saat dia baru bangun tidur dan belum minum kopi.
Dalam kondisi seperti itu, kalau kamu meneleponnya untuk minta jemput di PIM, dia akan
menjemputmu ke Plaza Senayan. Aku pernah mengalaminya. Jangan tertawa.
9. Dylan itu orangnya sangat pengalah. Sama sekali nggak egois, sampai-sampai aku merasa
nggak enak karena sering mau menang sendiri. Termasuk untuk menentukan film apa yang akan
kami tonton kalau ke bioskop. Dia berkali-kali mengalah untuk nggak nonton The Bourne
Ultimatum atau Die Hard 4.0 karena aku memaksanya nonton Selamanya dan Harry Poter and the
Order of the Phoenix.
Di luar semua itu, banyaaakk sekali yang berubah dalam hidupku. Termasuk bertambahnya
gelarku sebagai psikolog amatir free charge, karena fans-fans Skillful yang kukenal sekarang sering
banget menelepon atau SMS untuk curhat masalah-masalah pribadi mereka. Padahal ada lho yang
sudah anak kuliahan, yang notabene lebih tua dari aku dan harusnya bisa lebih dewasa dalam
menyikapi masalahnya, tapi malah minta saran dariku.
Tapi aku menikmati semuanya.
Kecuali saat-saat di mana gerombolan wartawan infotainment mengintilku dan Dylan ke mana
pun, itu sangat menyebalkan. Bagaimana caranya pacaran kalau dilihatin begitu banyak orang,
plus disorot kamera, plus bakal jadi tontonan jutaan penikmat infotainment se-Indonesia?
Aku nggak akan bangga seandainya pagi-pagi saat aku mau berangkat sekolah, Bu Parno
muncul di teras rumahnya dan bilang, “Lice, saya lihat kamu lho di infotainment kemarin sore.”
Percayalah, itu pertanda bahwa namaku akan disebut-sebut setidaknya seratus kali dalam
arisan PKK selanjutnya.
* * *
“Aku nggak mau makan sushi lagi,” kataku begitu Dylan bilang dia lapar. Dylan tertawa geli.
“Aku nggak bilang kalau mau makan sushi kok,” katanya sok ngeles. “Kita makan pizza aja,
yuk?”
Aku mengangguk. Whatever lah, asal bukan sushi lagi. Aku nggak sanggup membayangkan
harus mengulang skenario menelan salmon mentah kemarin.
Dylan menggandengku menuju Pizza Hut. Seperti biasa, orang-orang yang kami lewati
menatap kami dengan tatapan ohh-ada-seleb-lewat. Bahkan ada dua cewek yang memberanikan
diri menyapa Dylan dan mengajaknya foto bareng, biarpun suara mereka bergetar saking
groginya saat bicara. Haha, kalau aku melihat fans-fans seperti ini, aku jadi teringat masa lalu, saat
aku begitu groginya untuk bicara pada Dylan.
Kami sudah sampai di depan Pizza Hut, dan hampir saja masuk waktu seseorang
memanggil.
“Dylan!”
Spontan kami berhenti, dan aku menoleh melihat siapa yang memanggil itu.
O-em-ji.
Regina Helmy!
Damn, kenapa dari sekian banyak mal di Jakarta, dia memilih datang ke mal ini dan
berpapasan dengan aku dan Dylan? Dan dilihat aslinya, ternyata dia jauuuhh lebih cantik daripada
di TV. Tinggi langsing, dengan pakaian modis, yang aku yakin kulihat minggu lalu di etalase