Page 80 - dear-dylan
P. 80

Ernest melepas topi yang dipakainya, dan melemparkan topi itu ke gue, yang langsung
               gue pakai. Dengan puas gue menyadari bahwa bayangan yang gue lihat di cermin sama sekali
               nggak menunjukkan cowok bertopi ini adalah Dylan “Skillful”.
                    Gue keluar kamar, dan melalui koridor hotel yang sepi. Gue baru sampai di Surabaya dua
               jam yang lalu, tapi sudah menghabiskan stok air mineral di kamar gue dan Ernest. Padahal,
               kalau nggak ada suplai air minum yang cukup di kamar hotel, gue bisa uring-uringan.
                    PMS, kalau Alice bilang. Pengin Marah Selalu. Hehe.
                    Duh, jadi kangen dia... Nanti habis beli Aqua telepon ah!
                    Gue berjalan menuju lift hotel, dan memencet tombol bergambar panah ke bawah pada
               empat lift yang ada di situ, lalu berdiri menunggu.
                    Lift di sebelah kiri gue terbuka, dan gue nyaris melangkah masuk ke dalamnya, kalau
               saja nggak bengong melihat pemandangan yang ada di lift itu.
                    Ada  Hugo  dan  seorang  cewek  seksi...  yang  bajunya  setengah  terbuka  di  dalam  lift.
               Mereka sedang berciuman dengan heboh, sampai-sampai punggung si cewek menempel ke
               dinding  lift,  dan  rambutnya  berantakan.  Hugo  menciuminya  habis-habisan,  dan  cewek  itu
               membalas dengan sama gilanya. Mereka bahkan nggak nyadar pintu lift sudah terbuka, dan
               masih meneruskan aksi ganasnya.
                    Gila!
                    Tapi Hugo, akhirnya, sadar juga ada gue yang sedang menatapnya dan cewek itu sambil
               geleng-geleng.
                    Selama sepersekian detik, gue yakin melihat Hugo salah tingkah. Tapi sepersekian detik
               berikutnya, dia sudah memunculkan kembali tatapan sok yang biasanya. Ditambah tatapan
               marah, kalau lo mau tanya pendapat gue.
                    Lift  di  sebelah  kanan  gue  terbuka,  dan  tanpa  babibu  lagi,  gue  masuk  ke  sana.  Nggak
               minat deh gue satu lift sama Hugo dan cewek itu. Makasih banyak.
                    Pemandangan barusan bener-bener bikin gue nyaris muntah.

                                                          * * *

               “Nggak bisa, Mas Hugo, sudah ditetapkan kalau mobil yang itu untuk band Skillful... Band
               eXisT pakai mobil yang ini...”
                    “Gue  nggak  terima!  Apa  bagusnya  Skillful  sampai  mereka  dapat  fasilitas  lebih  dari
               eXisT?!”
                    “Bukan  masalah  fasilitas  lebih,  Mas  Hugo...  tapi  pengaturan  ini  sudah  ditetapkan
               panitia...”
                    “Panitia goblok!”
                    Gue,  yang  hampir  masuk  ke  mobil  yang  disediakan  panitia  Say  Hello  Loudly!  untuk
               transpor dari hotel ke venue acara, cuma bisa menghela napas melihat kejadian itu.
                    Hugo,  tiga  meter  di  depan  gue,  sedang  memarahi  (atau  lebih  tepatnya  memaki-maki)
               seorang anggota panitia yang berdiri di depannya. Dan gue tahu karena apa dia uring-uringan
               begitu.
                    Karena  Skillful  dapat  Toyota  Alphard  untuk  transport  dari  hotel  ke  venue,  sementara
               eXisT disuruh naik Kijang Innova.
   75   76   77   78   79   80   81   82   83   84   85