Page 75 - dear-dylan
P. 75
Minta ampuuunn deh, yang namanya Nantulang Saidah ini ceriwis banget! Sepanjang kami
ngobrol, dia sudah mengocehkan suaminya, anak-anaknya, keponakan-keponakannya, sampai
cucu tetangga temannya! Tapi aku senang ngobrol sama Nantulang Saidah. Seenggaknya Beliau
nggak bicara dalam bahasa Batak yagn sama sekali nggak kumengerti itu, hehe.
Setelah Nantulang Saidah (yang obrolannya terputus denganku karena dia “diseret” Tante
Ana ke dapur agar mau bantu-bantu memasak), yang mengajakku ngobrol adalah Tata dan Ina,
sepupu Dylan. Mereka anak amangtua (oom Dylan yang adalah abang papanya) Dylan, baru kelas
tiga SMP, dan ternyata... anak kembar!
Waow, berarti aku berpeluang untuk punya anak kembar nanti, karena di keluarga Dylan ada
garis keturunan kembar! Hihihi...
HUSH! Apa sih malah bahas anak segala?!
Nah, kembali ke Tata dan Ina, awalnya aku sama sekali nggak nyangka mereka kembar.
Penampilannya itu lhoo... beda banget! Tata kelihatan jelas tomboi meski rambutnya panjang.
Dan dia bilang dia fans mati My Chemical Romance, makanya dandanannya gothic dari atas ke
bawah. Ina, yang berulang kali memanang Tata dengan pandangan mencemooh karena saudara
kembarnya itu mengusulkan supaya mereka pakai kebaya berwarna HITAM untuk pesta
pernikahan, adalah kebalikan Tata. Rambutnya sebahu, tapi kelihatan jelas dirawat, nggak seperti
Tata yang hanya mengucir kuda rambutnya dengan asal-asalan. Pakaian Ina juga girly banget,
kardigan warna shocking pink dan tank-top lime green, plus celana pendek balon. Tapi mereka berdua
sependapat waktu bilang mereka senaaangg banget begitu tau pacar Dylan umurnya nggak beda
jauh dengan mereka. Katanya, mereka jadi punya teman ngobrol di acara membosankan yang
isinya hanya para tante dan oom yang seumuran ortu mereka itu.
Sayang, mereka nggak bisa lama mengobrol denganku karena pengukuran badan keluarga
mereka sudah selesai, dan mereka buru-buru pulang karena papa mereka ada janji dengan
temannya. Tapi aku senang karena tahu Tata dan Ina-lah yang akan jadi penerima tamu bareng
aku nanti. Seenggaknya nanti aku nggak akan bete sendiri menunggui tamu-tamu mengisi buku,
hehe...
Selanjutnya, masih ada Nantulang Uci, Nantulang Maria, Tulang Jonathan, Inanguda Meisya,
Amangtua Jody, dan lain-lainnya yang mengajakku ngobrol. Entah kenapa mata mereka langsung
berbinar terang begitu Dylan mengenalkan aku sebagai pacarnya. Only God knows what was on their
mind! Semoga saja bukan pikiran yang aneh-aneh.
Fiuuhh... aku baru sadar hari ini, kalau keluarga Dylan itu besaaaarr sekali! Dan panggilan
untuk oom dan tatne dalam keluarga Batak itu ternyata banyak banget! Ada amangtua-inangtua,
amanguda-inanguda, tulang-nantulang... pokoknya banyak! Semua itu digolongkan menurut
urutan lahir, apakah si oom adalah kakak atau adik papa, kakak atau adik mama, sepupu, atau ipar
mereka. Ya ampun, benar-benar ribet! Dylan bahkan bilang dia saja sering keliru memanggil oom
dan tantenya itu!
Hmm... entah aku harus bersyukur atau bagaimana karena dalam keluargaku nggak rumit
begitu. Daddy cuma punya satu kakak perempuan, Auntie May, yang tinggal di Melbourne
bersama Uncle Dave dan anak tunggal mereka, Josh. Mama cuma punya satu kakak laki-laki,
Oom Ronald, yang masih jomblo, dan kerja di KBRI di Jenewa. Panggilanku untuk mereka tentu
saja hanya Auntie, Uncle, dan Oom. Gampang banget, kan? Benar-benar berbanding terbalik
dengan keluarga besar Dylan.