Page 81 - dear-dylan
P. 81
Hugo, tentu saja, menganggap ini penghinaan untuk dirinya yang mahamulia, karena
harus naik mobil yang kalah mewah dari Skillful. Ya ampun, orang itu benar-benar kayak
anak kecil, tukang ngambek kalau merasa yang didapatkannya kalah dari orang lain.
“Gue nggak mau tahu, pokoknya eXisT harus dapat mobil yang itu! Atau yang lebih
bagus!”
Si anggota panitia kelihatannya sudah habis kata-kata, tapi kelihatan jelas dari wajahnya
kalau dia kepingiiin banget menggetok kepala Hugo yang sombong itu dengan clipboard
yang dipegangnya. Dudy mendengus melihat apa yang sedang gue perhatikan.
Entah Hugo mendengar itu, atau merasa ada orang yang memerhatikannya, tiba-tiba dia
menoleh pada gue dan Dudy, dan memandangi kami dengan sengit.
Gue cuma mengedikkan bahu, dan masuk ke mobil. Nggak penting deh ngurusin Hugo
sebelum manggung begini. Bisa rusak mood gue. Semoga aja nanti di venue kami nggak
disuruh duduk dalam satu ruang tunggu.
* * *
Sayang, harapan gue ternyata nggak terkabul.
Di venue, yang adalah Hall AJBS (tempat gue dulu pernah manggung sambil nangis
karen amata gue perih akibat asap rokok di ruangan tertutup, remember?), Skillful satu ruang
tunggu sama eXisT! Dan tentu aja, Hugo berkali-kali curi-curi pandang ke arah gue.
Mengerikan.
Kalau bukan karena gue yakin dia melakukan itu (curi-curi pandang, maksudnya) gara-
gara dia tahu gue memergoki dia melakukan adegan hot di lift, gue pasti udah curiga dia
nggak normal. Cowok curi-curi pandang ke sesama cowok, kurang abnormal apa, coba?
Tapi untunglah, ada beberapa fans Skillful yang datang untuk ngobrol sama gue di ruang
tunggu, jadi gue bisa mengalihkan perhatian dari fakta bahwa gue menjadi objek pelototan
Hugo.
* * *
Gue nggak bisa lebih senang lagi daripada ini. Dalam hitungan jam, gue bakal berada di
Jakarta, yang berarti gue bakal ketemu Alice lagi!
Heran, nggak ketemu tiga hari aja bisa segini kangennya, ya? Gimana nanti kalau gue tur
buat album baru lagi?
“Gue nggak ikut flight ke Jakarta! Gue langsung flight ke Bandung!”
Gue mendongak dari koran olahraga Dovan yang sedang gue baca, dan melihat Ernest
mondar-mandir dengan panik di lobi hotel. Mulutnya bolak-balik menggumamkan dia akan
langsung mengambil flight ke Bandung.
Kenapa dia?
“Sabar, Nest, sabar... Kita sekarang bisa nunggu mobil dari panitia, nanti di airport
langsung beli tiket go show buat kamu.”
“Gue nggak bisa nunggu, Bud!” seru Ernest dengan muka memerah karena emosi. “Gue
harus tahu keadaan Lia secepatnya!”