Page 86 - dear-dylan
P. 86
“Sori ya, jadi bikin kamu khawatir juga... habisnya aku kepingin bantu Ernest tapi nggak tahu
gimana caranya. Mungkin kalau semakin banyak yang berdoa buat Mbak Lia, kemungkinan hal
buruk terjadi bakal lebih kecil.”
Aku menelan ludah. Dylan memang sangat perhatian sama orang, apalagi orang-orang yang
dikenalnya. Satu lagi hal yang membuatku benar-benar sayang padanya.
“Terus... kalian kan ada rencana tur mulai minggu depan, gimana tuh?”
Huhu.... aku jadi ingat kalau mulai minggu depan aku bakal ditinggal Dylan untuk tur belasan
kota bersama Skillful! Mereka bakal tur di Jawa dan Sumatra untuk promo album, yang berarti
aku baru akan ketemu Dylan sekitar sebulan kemudian. Dan setelah itu pun akan disambung tur
Sulawesi-Kalimantan seperti tahun lalu! Sungguh menyebalkan! Harusnya aku memasukkan hal
ini ke daftar 10-things-i-hate-about-you yang ku-SMS-kan ke Dylan waktu itu!
“Hmm... ya harus pakai additional player deh untuk pengganti Ernest. Mungkin kita bakal
pakai Irvan, ingat kan? Yang dulu pernah gantiin Ernest pas acara Musik Asyik? Mbak Lia nggak
mungkin bisa ditinggal tur kalau dia harus bed rest. Belum lagi siapa yang ngurusin Sascha?
Mungkin Ernest baru ikut di tur Sulawesi-Kalimantan nanti.”
Aku ber-“ooo” panjang. Irvan yang disebut Dylan itu memang additional player untuk kibor
yang beberapa kali menggantikan Ernest kalau dia berhalangan tampil.
Kok memikirkan rentetan tur itu membuat mood-ku jadi kacau, ya? Padahal kan sebelum ini,
aku sudah berkali-kali ditinggal Dylan tur ke seluruh penjuru Indonesia (bahkan tahun lalu dia
sampai ke Malaysia dan Brunei segala!), tapi entah kenapa kali ini perasaanku nggak enak...
Ah, ini cuma sugestiku aja gara-gara kejadian yang menimpa Mbak Lia. Sama seperti Ernest
yang takut kehilangan Mbak Lia, aku juga takut kehilangan Dylan.
Takut banget.