Page 90 - dear-dylan
P. 90

Pagar besi pembatas antara penonton dan panggung roboh, terdorong tubuh-tubuh yang
               terlibat  aksi  pukul  dan  moshing  yang  makin  tak  terkendali.  Belasan  orang,  yang  berdiri
               menempel  pada  pagar  besi  itu  jatuh  terjungkal,  menjadi  mangsa  empuk  bagi  orang-orang
               yang  tadinya  menjadi  lawan  pukul  mereka.  Gue  serasa  mau  mati  melihat  beberapa  tubuh
               terinjak kaki-kaki yang tak bisa menahan keseimbangan.
                    Di tengah kepanikan, gue merasakan ada tangan yang menarik gue dari belakang, dan
               menyeret gue turun panggung.

                                                          * * *

               “Sekarang semua kembali ke kamar masing-masing. Besok pagi kita check-in di airport jam
               delapan. Jangan pikirkan kejadian barusan.” Bang Budy melipat tangannya di dada, tanda dia
               sudah selesai memberikan ceramah, dan satu per satu kami keluar dari kamar hotelnya.
                    Jangan pikirkan kejadian barusan?
                    Gampang aja dia ngomong begitu. Dia nggak ada di  atas panggung seperti  gue,  yang
               melihat kejadian itu persis di depan mata... Dia nggak merasakan horor yang menghantui gue
               selama beberapa menit mengerikan di panggung tadi... Dia nggak tahu kepanikan gue... Dia
               nggak merasa seperti nyaris mati melihat manusia-manusia di bawah sana terinjak...
                    Gue  nggak  pernah  mengalami  kejadian  seperti  ini,  dan  berharap  nggak  akan  pernah
               mengalaminya,  tapi  sekarang  semuanya  terjadi...  Kenyataan  bahwa  konser  tadi  rusuh
               menghantam gue dengan telak.
                    Yah... gue nggak tahu bagaimana akhir konser itu, karena Asep sudah keburu menarik
               gue turun dari panggung, mendorong gue masuk ke mobil, dan menyuruh sopir melarikan
               mobil itu ke hotel tempat kami menginap. Setengah perjalanan ke hotel, barulah gue sadar
               mobil itu bukan hanya berisi gue, tapi juga Irvan, Dudy, Rey, dan Dovan. Sama seperti gue,
               mereka “diamankan” oleh Asep, Tyo, dan kru-kru lainnya.
                    Tapi  pemandangan  terakhir  yang  gue  lihat  di  venue  tadi  sudah  cukup  membuat  gue
               tertampar.  Kenapa  konser  kami  bisa  rusuh...?  Skillful  bukan  band  rock,  yang  memancing
               kerusuhan massa. Lagu-lagu kami mayoritas slow, dan yang upbeat pun hanya cukup untuk
               loncat-loncat,  bukan  untuk  moshing  atau  aksi  pukul...  Ditambah  lagi,  sebelum  ini  konser
               kami nggak pernah rusuh.
                    Kenapa sekarang...?
                    Dovan berjalan mendului gue, dan membuka pintu kamar. Gue memang sekamar sama
               dia kali ini, karena Ernest yang biasa sekamar sama gue nggak ikut. Melihat tampang Dovan,
               gue tahu dia nggak mau membicarakan masalah ini.
                    Dan gue juga nggak kepingin ngebahas...
                    HP di saku celana gue bergetar, dan gue melihat ada SMS masuk dari Alice.

                    From: Sayang
                    Say, udh sls manggung? Capek yaa? Met bobo ya, don’t forget
               to pray. Miss u.

                    Gue  mematikan  HP  gue  tanpa  membalas  SMS  Alice.  Untuk  pertama  kalinya  dalam
               hidup gue, gue nggak kepingin ngobrol sama Alice...
   85   86   87   88   89   90   91   92   93   94   95