Page 91 - dear-dylan
P. 91
HE TELLS ME NOTHING
“IYA, Bu Robert, masa Bu Robert nggak tahu siiiih? Alice nggak cerita sama Bu Robert? Saya
tuh lihat di infotainment, Bu! Konser band pacarnya Alice itu rusuuuuuuhhh banget! Sampai
puluhan orang luka-luka, katanya!”
Aku melepaskan tirai jendela yang tadi kusingkap dengan tangan, dan menelan ludah dengan
susah payah. Bu Parno ada di depan sana, bercerita dengan penuh semangat pada Mama tentang
berita infotainment yang ditontonnya.
Berita infotainment tentang konser Skillful yang berakhir rusuh...
Yang, sayangnya, bukan sekadar berita isapan jempol, karena aku sendiri melihat liputannya
di berita pagi ini.
Konser Skillful di Medan rusuh. Menyebabkan puuhan orang luka berat dan ringan. Pagar
pembatas antara penonton dan panggung roboh.
Berita baiknya, nggak ada korban jiwa.
Tapi aku tetap merasa terinjak-injak, karena mengetahui semua itu dari TV... dan cerita Bu
Parno pada Mama yang kucuri dengar dari balik jendela... bukannya langsung dari Dylan sendiri.
Aku merasa nggak dipercaya. Sekali lagi dia nggak cerita padaku saat ada masalah... apa aku
ini nggak berarti apa-apa buat dia? Apa dia cuma menganggapku anak kecil yang nggak akan bisa
dimintai pendapat tentang masalah ini? Kalaupun iya begitu, kenapa dia nggak mau sekadar
bercerita padaku? Aku ini kan masih pacarnya...
Aku bisa merasakan air mata kecewa menuruni pipiku.
“Lice...”
Aku menoleh, dan melihat Mama berdiri di ambang pintu sambil memegang keranjang berisi
sayuran dan daging ayam yang baru dibelinya dari tukang sayur di depan sana tadi. Mbok Sum,
pembantu keluargaku, tergopoh-gopoh datang mengambil keranjang itu dari tangan Mama, dan
membawanya ke dapur.
“Kenapa kamu nggak cerita ke Mama?” Mama berjalan mendekat dan memelukku.
Perasaanku makin amburadul. Gimana bisa aku cerita, Ma, kalau aku sendiri nggak tahu tentang
masalah ini...?
“Sudahlah, itu bukan salah Dylan...”
Apa yang bukan salah Dylan? Kerusuhan di konsernya? Atau keputusannya untuk nggak
cerita padaku tentang masalah ini?
“Mama tahu ini berat buat kamu, Lice. Apalagi setelah... masalah yang kemarin itu. Tapi
kamu harus kuat, ya?”
“Tapi, Ma...,” aku bicara di sela tangisku, “aku merasa nggak dihargai... dylan sama sekali
nggak cerita sama aku soal masalah ini. Aku marah sama dia... Aku marah... POkoknya aku
benciiiii banget sama dia sekarang!”