Page 7 - BEST PRACTISE ASSEERTIVE
P. 7
BAB II PEMBAHASAN
Berdasarkan hasil analisis yang menjadi akar penyebab masalah dari timbulnya masalah peserta
didik menjadi korban “Bullying / Perundungan” yaitu karena tidak “bisa bersikap asertif”, menurut
Soendjojo (dalam Novalia dan Dayakisni, 2013), pada umumnya peserta didik yang mengalami tindakan
bullying adalah peserta didik yang memiliki tingkat asertivitas yang rendah. Individu yang memiliki sikap
asertif yang rendah memiliki banyak ketakutan yang irasional yang meliputi sikap menampilkan perilaku
cemas dan tidak mempunyai kemampuan untuk mempertahankan hak-hak peribadinya. Begitupun korban
bullying mereka kurang mampu menunjukkan perasaan untuk melawan bullying yang diterima karena
anggota kelompok korban bullying takut pelaku bullying makin mengintensikan tindakan bullying.
Ketika mengalami peristiwa bullying, para peserta didik korban bullying merasakan emosi-emosi negatif
(seperti marah, takut, cemas, benci, malu dan tertekan) namun tidak berdaya untuk menghadapi. Emosi
negatif tersebut terus dirasakan, maka menimbulkan perasaan rendah diri bahwa tidak berharga. Dampak
yang dirasakan bagi korban bullying yang masih berada di lingkungan tersebut dan tidak dapat penanganan
yang tepat akan mengalami kesulitan dalam menyesuaikan diri dengan lingkungan sosial, ingin pindah ke
sekolah lain, prestasi menurun dan gangguan psikologis. Dampak gangguan psikologis, seperti rasa cemas
berlebihan, merasa takut, depresi, merasa hidup tertekan dan takut bertemu pelaku bullying. Kondisi
tersebut membuat korban cenderung tidak mampu berperilaku asertif.
Menurut Saptandari & Adiyanti (dalam Ainiyah dan Cahyanti) perilaku asertif merupakan titik tengah dan
cara utama bagi remaja untuk terhindar menjadi korban bullying. Hal ini disebut sebagai titik tengah
karena perilaku asertif mampu menghindarkan korban untuk membalas bullying dengan perilaku
kekerasan lainnya serta menghindarkan korban dari perilaku pasif terhadap pelaku bullying. Perilaku
asertif membuat pelaku bullying terintimidasi karena menyadari kekuatan yang dimiliki oleh korban.
Konselor memberikan Latihan Asertif Melalui konseling Kelompok, hal ini dilakukan karena yang menjadi
korban bullying terdiri dari beberapa peserta didik. Dengan memberikan latihan asertif diharapkan anggota
kelompok mampu untuk meningkatan komunikasi secara efektif, mampu mengelola konflik dengan lebih
baik, mampu meningkatkan kepuasan dan percaya diri, meningkatkan hubungan sosial, dan meningkatkan
kemampuan pengambilan keputusan secara tegas.
Selain itu menurut Ani Wardah dan Farial (2019), Hasil Pelatihan Asertivitas diketahui bahwa peserta
pelatihan mampu mengekspresikan diri lebih tegas yaitu posisi tubuh tegap dan mampu menatap mata
lawan bicara, mampu menolak dan meminta bantuan dengan tegas yang didasarkan pada keseimbangan
antara pencapaian tujuan sendiri dan menghormati kebutuhan orang lain.
Kegiatan latihan asertif melalui layanan konseling kelompok ini baru dilaksanakan dua kali pertemuan,
walaupun sebenarnya kurang ideal yang seharusnya dilakukan lebih dari dua kali, akan tetapi semua
langkah-langkah yang ada sudah terpenuhi.
Langkah-langkah yang dilakukan dalam proses latihan asertif melalui layanan konseling kelompok hasi
modifikasi langkah-langkah latihan asertif yang dikemukakan oleh Nurasalim (dalam Fatmawati dan
Pratiwi, 2021) sebagai berikut: langkah pertama rasional strategi, pada tahap ini konselor memberikan
overview terkait tahapan-tahapan implementasi dalam pelaksanaan latihan asertif. Kedua, melaksanakan
identifikasi, pada tahap ini konselor meminta anggota kelompok menceritakan secara terbuka dan
7