Page 41 - PEMBINAAN PROFESI
P. 41

Pembinaan Profesi



               3.  PEMBANGUNAN PERSEKUTUAN GEREJAWI
                   Pada Gereja awal, baik  Bunda Maria, para murid Yesus ataupun pengikut lain menyadari
                   perlunya persatuan di antara meerka, karena telah menjadi saksi-Nya dan berkewajiban untuk
                   mewartakan Kabar Gembira, sampai ke ujung dunia. Perseutuan antar Gerejawi pada saat itu
                   sunguh  tidak  pernah  diragukan,  sebagaimana  dikisahkan  dalam  Kisah  Para  Rasul,  dari
                   pengalaman merekalah diketemukan nilai-nilai luhur koinonia secara entah sengaja ataupun
                   tidak  dan  mereka  sebagai  pelaku  diakonia.  Perpaduan  antara  koinonia  dan  diakonia
                   menimbulkan adanya persatuan Gereja antar mereka, dengan demikian Gereja awal telah
                   memberi contoh hidup sebagai dalam persatuan dan pelayanan. Kesadaran tsb tidak menyusut
                   tatkala umat kristiani mulai berkembangan di seluruh daratan Eropa, Afrika ataupun benua
                   Amerika, demikian pula dalam perutusan ke Asia khususnya di Nusantara. Dalam perutusan
                   yang dilaksanakan oleh Gereja untuk menyampaikan Kabar Gembira tidak terlepas pancaran
                   Kasih Yesus dalam ibadat yang mencerminkan adanya komunikasi antara Allah dan umat-
                   Nya, di sini pula tercermin peran untuk saling melayani.

                   Yesus Kristus sebagai satu-satunya Pengantara di dunia ini tidak henti-hentinya memelihara
                   Gereja-Nya,  Ia  berkenan  melimpahkan  kebenaran  dan  rahmat  kepada  semua  orang.  Ada
                   serikat yang dilengkapi dengan jabatan hierarkis dan Tubuh Mistik Kristus, kelompok yang
                   nampak dan persekutuan rohani, Gereja di dunia dan Gereja yang diperkaya dengan kurnia-
                   kurnia surgawi (LG No. 8) Gereja di Indonesia juga tidak terlepas dari tersebut di atas, mereka
                   mengakui bahwa Bapa Paus sebagai pengganti Petrus, merupakan Tahta Suci sebagai jabatan
                   hierarkhi yang tertinggi.

                   Kegiatan memperdalam Kitab Suci, Ajaran Gereja an Tradisi menjadi tugas hirakis Gereja,
                   sejalan dengan melaksanakan koinonia yang merayakan liturgi dan giat mewartakan kerugma
                   (kerugma = pesan yang ditinggalkan – Yun) sehingga Gereja benar-benar menjadi Saksi Iman
                   sejati  yang sewaktu-waktu berani melaksanakan martyria (martyr = saksi – Yun), seluruh
                   tugas tsb terwujud dalam tugas Gereja sebagai Bina Umat.

                   Untuk mampu melaksanakan Bina Umat secara maksimum, maka Gereja dituntut untuk:
                          Pembinaan  Iman  yang  mendasar:  artinya  kita  senantiasa  menjaga  kontak  atau
                          hubungan yang baik dengan Tuhan. Kehidupan kita yang sejati ditentukan oleh Yesus
                          Kristus dan dijiwai oleh Roh Kudus, iman yang telah merasuk ke dalam hati sanubari
                          yang paling dalam, mendarahkan daging dalam seluruh pribadi, yang kelihatan dalam
                          berprilaku dan dalam berkarya. Dengan iman yang demikian kita tidak akan mudah
                          ditinggal atau ditukar dengan yang lain, karena kita senantiasa mempunyai hubungan
                          yang sangat mesra dengan Allah yang Mahapengasih dan Mahapemurah.
                          Berakar  pada  budaya  bangsa  Indonesia  sendiri:  sebagaimana  diungkapkan  oleh
                          sesepuh umat Mgr. A. Soegijapranata, S.J. ataupun Paus Yohanes Paulus II agar kita
                          menjadi umat beriman yang berjiwa Indonesia seutuhnya. Kebudayaan Indonesia yang
                          sangat  majemuk,  akan  memperkaya  kita,  kebudayaan  iman,  sehingga  kita  takkan
                          tercabut dan terasing dari lingkungan budaya. Di samping itu kita juga akan mampu
                          meningkatkan kualitas hidup beriman. Sementara itu iman mampu pula mendorong
                          kita mengantasi keterbatasan kedaerahan dan pengkotak-kotakan atas dasar kesukuan.
                          Perhatikan pemakaian budaya daerah pada waktu perarakan menjelang Misa Kudus,
                          darai berbagai daerah di Indonesia.
                          Komunikasi  timbal-balik  atau  dialog:  kita  jangan  menutup  diri,  hendaknya  mau
                          bekerja sama dengan setiap orang yang berkehendak baik mencari Tuhan, serta tetap
                          setia  pada  keyakinan  Katolik.  Keyakinan  Katolik  tidak  menutup  mata  atas  segala
                          keindahan yang berada di luar iman kita, dan sumbang sarannya akan memperkaya
                          (bdk. SurPim. 7, suara azan oleh muazin sangat berkesan bagi pengalaman iman Sto.
                          Fransiskus – Doa Malaikat Allah, doa berzikir oleh umat muslim dengan doa Corona
                          Fransiskana)

                                                            208
   36   37   38   39   40   41   42   43   44   45   46