Page 42 - PEMBINAAN PROFESI
P. 42

Pembinaan Profesi



                          Pendewasaan Iman: Hidup yang penuh rasa tanggung jawab dan tidak mudah putus
                          asa, merupakan kehidupan seorang yang beriman. Untuk mampu menuju ke kehidupan
                          seperti  itu  diperlukan  pembangunan  iman  yang  menuntun  kehidupan  kita  ke
                          pendewasaan iman. Hendaknya kita sadar dan mampu mencontoh Yesus yang jatuh
                          namun bangun kembali tatkala harus memanggul Salib dosa dan kedosaan kita. Rasa
                          tanggung  jawab  mendorong-Nya  untuk  menyelesaikan  tanggung  jawab-Nya  dan
                          seolah melapor kepada atasan-Nya dengan ucapan “Sudah selesai” (bdk. Yoh. 19:30).
                          Perhatikan AD & Cara Hidup OFS Pasal II, 7)
                          Mandiri: artinya kita memiliki kepercayaan yang teguh atas kemampuan kita sendiri,
                          tanpa  bantuan  pihak  lain  kecuali  Tuhan.  Kharisma  atau  talenta  yang  dilimpahkan
                          Tuhan  kepada  kita,  dimanfaatkan  sepenuhnya  dalam  pelayanan  Gereja  dan
                          masyarakat.  Dengan  demikian  diharapkan  kemampuan  kita  akan  berkembang  dan
                          mampu mengemban tanggung jawab sebagai subjek menggereja, yang nampak dalam
                          mempersiapkan  kehadiran  pimpinan  rohani  sendiri,  baik  kaum  awam  maupun
                          biarawan. Bandingkan kapitel yang kita adakan pada setiap periode tertentu.
                          Menggereja: yang berarti secara khusus mengembangkan citra rasa katolik (sensus
                          catholicus), dengan cara mengembangkan kebersamaan, persatuan dan bukan untuk
                          kepentingan pribadi atau diri sendiri. Gereja hendaknya mampu menghindari apa yang
                          dikenal  dengan sukuisme. Sukuisme hanya  mementingkan kelompok tertentu  yang
                          adapat berkembang dengan subur, sementara membiarkan kelompok lain hidupnya
                          merana tanpa bimbingan iman yang pasti, tentunya kehidupan yang demikian hanya
                          terbatas dalam kehidupan yang terikat di dalam spiritualitas. Kesuburan persekutuan
                          menjadi landasan pengembangan diri sebagai umat beriman.
                          Misioner:  artinya  setiap  umat  mempunya  hak  yang  sama  dalam  menyediakan  diri
                          ditusu  membagikan  Kabar  Sukacita  kepada  siapa  saja  sesuai  dengan  talenta  atau
                          kharisma  yang  ia  miliki.  Kehendak  dan  kesediaan  diutus  membagikan  cita  rasa
                          persekutuan kepada semua orang yang berkehendak baik, yang dilandasi kemandirian.
                          Dalam  melaksanakan  tugasnya,  kalau  mungkin  mengajak  siapa  saja  agar
                          mempersilahkan Tuhan  mempersatukan diri-Nya dengan kita dan menyatukan kita
                          semua. (bdk. Mrk. 16:20). Pelaksanaan tugas ini dapat dilaksanakan dengan kotbah,
                          namun juga dengan cara hidup yang baik. (bdk. Evangeli Nuntiandi No. 21).
                          Memasyarakat: Hidup kita tidak terlepas dari masyarkat majemuk yang menghendaki
                          kebersamaan dan menuntut penghayatan dalam persekutuan. Untuk itu rasa keakuan
                          atau  individualism  yang  hanya  mementingkan  diri  sendiri  atau  kelompoknya
                          hendaknya  disingkirkan.  Motivasi  dasar  dalam  masyarakat  adalah  menjadi  saksi
                          persekutuan ilahi karena dijiwai oleh Roh cinta kasih yang mendasar, karenanya harus
                          memiliki daya pikat. Roh cinta kasih inilah yang mengharuskan kita turut berbela rasa
                          dan bela kasih. (bdk. Mat. 9:13)
                          Mendunia: Kita hidup dengan senantiasa menginjakkan kaki di atas bumi, karena kita
                          hendaknya menghormati seluruh ciptaan Tuhan di atas bumi ini. Kita diutus untuk
                          memelihara dan melestarikan kehidupan di atas bumi ini bukan mengeksploitasi besar-
                          besaran sehingga merusak lingkungan (bdk. Kej. 1:26). Dengan mengacu pada Kidung
                          saudara Matahari, Sto. Fransiskus pernah berpesan: Kita mempergunakan alam setiap
                          hari dan kitapun tidak dapat hidup tanpa alam. Meskipun begitu justru melalui alam
                          itulah umat manusia berulang kali menyakiti Sang Pencipta. (LegPer. 83). Bila kita
                          dengan  bumi  yang  kita  pijak  saja  tidak  dapat  bersahabat,  bagaimana  kita  akan
                          mewujudkan Kerajaan Allah?

                   Jadi  dapat  diambil  kesimpulan  dalam  bina  iman  dituntut  untuk:  Pembinaan  Iman  yang
                   mendasar, berakar pada budaya bangsa Indonesia sendiri. Adanya komunikasi timbal-balik
                   atau dialog antara imam dan umatnya dalam iman yang dewasa, sehingga hubungan lebih
                   bersifat konsentris atau sederajat, yang  sama-sama berpusat pada Yesus Kristus, mandiri,
                   menggereja, misioner, memasyarakat artinya memiliki daya pikat.

                                                            209
   37   38   39   40   41   42   43   44   45   46   47