Page 369 - PENARIKAN PRODUK RANITIDIN YANG TERKONTAMINASI N-NITROSODIMETHYLAMINE (NDMA)
P. 369

“Kabarnya  mau  ditarik  dari  pihak  Phapros.  Kebetulan  yang  ada  di  kita  Ranitidine
               Phapros  yang  berbentuk  ampul  (wadah  berbentuk  silindris  terbuat  dari  gelas),”
               ungkapnya.

               Marsini mengakui sudah sejak lama memisahkan Ranitidin dari obat yang lain, sejak
               BPOM menyatakan Ranitidin mengandung NDMA yang bisa menjadi pemicu kanker.

               “Saat ada edaran masuk di grup apoteker mengenai Ranitidine, saya langsung kasih
               tahu  anak-anak  di  apotek  untuk  segera  memisahkan  dan  tidak  menjual  barang
               tersebut,” kata Apoteker yang bekerja sejak tahun 2014.



               #Masyarakat Masih Memakai


               Asih  (45)  warga  Kelurahan  Margamulya,  Kecamatan  Lubuklinggau  Selatan  II
               mengaku menjadi salah seorang pemakai Ranitidin.

               “Saya  sempat  beli  banyak  bulan  lalu.  Sekarang  masih  pakai.  Karena  itulah  satu-
               satunya obat maag yang cocok di lambung saya,” tutur ibu empat anak ini.

               Hanya saja, Asih mengaku tak begitu paham jika obat yang dikonsumsinya diduga
               mengandung NDMA.

               “Kami orang awam. Beli obat saja kadang nitip tetangga. Makanya kalau ada obat
               tidak  boleh  konsumsi,  kasih  tahu  ke  kami  bisa  disosialisasikan  agar  kami  tidak
               konsumsi lagi,” terangnya.

               Asih  mengaku  akan  segera  konsultasi  dengan  dokter  atau  apoteker  untuk
               mendapatkan alternatif pengganti Ranitidin.


               Saran Ketua YLKI Lubuklinggau: Harus Pantau ke Apotek



               Menanggapi hal ini, Ketua Yayasan Perlindungan Konsumen Indonesia (YLKI) Kota
               Lubuklinggau, Dedi Irawan mengatakan semestinya pihak industri yang memproduksi
               segera menarik obat tersebut. Agar barang tersebut tidak dijual kembali.


               “Dan seharusnya tidak hanya melakukan pemberitahuan melalui media. Pihak terkait
               seperti BPOM dan Disperindag harus juga mengecek ke setiap apotek atau rumah
               sakit agar benar-benar tidak menjual atau mengedarkan obat ini lagi. Karena kadang-
               kadang pihak apotek bisa juga lalai. Dan saya harapkan obat ini segera ditarik dari
               peredaran,”tegas Dedi, Rabu (23/10).

               Dedi juga berpesan kepada pihak BPOM agar rutin melakukan pengecekan terhadap
               obat-obatan secara kontinu.
   364   365   366   367   368   369   370   371   372   373   374