Page 32 - Konpers Penindakan Obat Tradisional dan Pangan Olahan
P. 32
produk obat keras ini yang harusnya didapatkan melalui resep dokter atau dari
fasilitas pelayanan masyarakat terutama terkait dengan pengobatan COVID-19,"
katanya.
Penny mengatakan sepanjang Maret-September 2020, telah dilakukan operasi
penindakan di 29 provinsi dengan nilai temuan barang bukti sebesar Rp 46,7 miliar.
Khusus operasi pemberantasan penyalahgunaan Obat-Obat Tertentu (OOT),
selama kurun waktu yang sama Badan POM berhasil melakukan penindakan di 13
kota (Jakarta, Medan, Padang, Serang, Semarang, Yogyakarta, Surabaya,
Denpasar, Mataram, Manado, Mamuju, Makassar, dan Palu) dengan jumlah barang
bukti sebanyak 1.632.349 butir OOT senilai Rp 4,04 miliar.
Lebih lanjut, Penny juga menyampaikan temuan terbaru BPOM pada operasi
penindakan obat tradisional tanpa izin edar dan/atau mengandung bahan kimia obat
serta pangan olahan tanpa izin edar pada Rabu (23/9) di Rawalumbu, Bekasi.
Barang bukti yang ditemukan sebanyak 60 item, 78.412 buah diperkirakan nilainya
mencapai Rp 3,25 miliar.
Temuan tersebut awalnya dari laporan masyarakat yang menyebutkan adanya
gudang yang menyimpan dan mendistribusikan produk obat tradisional dan pangan
olahan ilegal. Berdasarkan laporan tersebut, Penyidik Pegawai Negeri Sipil (PPNS)
BPOM melakukan pendalaman dan penelusuran yang kemudian menunjukkan
adanya pelanggaran di bidang obat dan makanan.
"Untuk sementara, diketahui bahwa modus operandi pelaku adalah mengedarkan
obat tradisional dan pangan olahan ilegal melalui platform e-commerce, serta
mendistribusikan produk tersebut melalui jasa transportasi online dan ekspedisi. Dari
operasi ilegal ini, tersangka berhasil mendapatkan omset miliaran rupiah setiap
tahunnya," ujar Penny.
Berdasarkan temuan dan fakta di lapangan, para tersangka dapat dijerat dengan
ketentuan Undang-Undang Kesehatan Nomor 36 Tahun 2009 Pasal 196 juncto
Pasal 98 ayat (2) dan ayat (3) serta Pasal 197 juncto Pasal 106 ayat (1) yang pada
intinya menyatakan bahwa setiap orang yang dengan sengaja memproduksi atau
mengedarkan sediaan farmasi, dan/atau alat kesehatan yang tidak memiliki izin edar
dipidana dengan pidana penjara paling lama 15 tahun dan denda paling banyak Rp
1,5 miliar.
Selain itu, tersangka juga dapat dikenakan hukuman pidana berdasarkan ketentuan
Undang-Undang Pangan Nomor 18 Tahun 2012 Pasal 142 juncto Pasal 91 ayat (1).
Pasal ini menyatakan bahwa pelaku usaha pangan yang dengan sengaja tidak
memiliki izin edar terhadap setiap pangan olahan yang dibuat di dalam negeri atau
yang diimpor untuk diperdagangkan dalam kemasan eceran dapat dikenakan
hukuman pidana penjara paling lama 2 tahun atau denda paling banyak 4 miliar
rupiah.
"Berdasarkan Undang-Undang Perlindungan Konsumen Nomor 8 Tahun 1999, Pasal
62 ayat (1), tersangka dapat dikenakan hukuman dengan pidana penjara paling lama
5 tahun atau pidana denda paling banyak Rp 2 miliar," lanjut Penny.