Page 27 - Intensifikasi Pengawasan Pangan Nataru 2020
P. 27
pengawasan rutin yang dilakukan sepanjang tahun oleh Badan POM di seluruh
Indonesia, disamping kegiatan operasi/pengawasan dengan target khusus.
Situasi ini menurut Penny seringkali digunakan oleh oknum yang tidak bertanggung
jawab untuk mengedarkan pangan yang tidak aman dan/atau tidak layak dikonsumsi,
antara lain pangan tanpa izin edar (TIE) atau ilegal, pangan kedaluwarsa, pangan
rusak (penyok, kaleng berkarat, rusak, dan bolong/bocor).
Karena itu, Badan POM melakukan intensifikasi pengawasan dengan target utama
rantai distribusi produk pangan di sisi hulu, yaitu importir, distributor, maupun sarana
grosir/penjualan skala besar, terutama yang memiliki rekam jejak pelanggaran. Lebih
lanjut, pengawasan sebelum Hari Raya Natal dan Tahun Baru ditargetkan pada
produk-produk yang permintaannya meningkat/tinggi pada masa Hari Raya Natal dan
Tahun Baru seperti parsel makanan, maupun produk impor.
Sampai dengan 19 Desember 2019 (tahap III), telah dilakukan pemeriksaan terhadap
2.664 sarana distribusi pangan (ritel, importir, distributor, grosir) dengan hasil 1.152
(43,24%) sarana distribusi Tidak Memenuhi Ketentuan (TMK) karena menjual produk
pangan ilegal, rusak, dan kedaluwarsa.
“Total ditemukan 188.768 kemasan (5.415 item) pangan TMK, dengan rincian 50,97%
pangan ilegal (96.216 kemasan), 42,98% pangan kedaluwarsa (81.138 kemasan),
dan 6,05% pangan rusak (11.414 kemasan),” ungkap Penny K. Lukito.
Jika dibandingkan dengan data intensifikasi pangan Tahun 2018 pada periode yang
sama, terjadi perluasan cakupan sarana distribusi yang diawasi sebanyak 495, yaitu
dari 2.169 sarana pada 2018 menjadi 2.664 sarana pada 2019. Hal ini karena 40
Kantor Badan POM di kabupaten/kota telah aktif melakukan pengawasan untuk
melengkapi pengawasan rutin yang dilakukan sepanjang tahun dan pengawasan
dengan target khusus sejak dibentuk Agustus tahun lalu.
Peningkatan cakupan pengawasan sarana tersebut secara umum berdampak pada
peningkatan temuan pangan TMK dari 164.998 kemasan pada 2018 menjadi 188.768
kemasan pada 2019.
Berdasarkan lokasi temuan, pangan ilegal banyak ditemukan di Bengkulu, Banten,
Gorontalo, Riau, Bali, Papua, Sulawesi Tengah, Jawa Tengah, Lampung dan
Sulawesi Utara.