Page 54 - MAPOM COMPRE VI NO_2 28 JAN_EMagz_Neat
P. 54
Ruang Kerja
Kolaborasi Pemangku Kepentingan
Tertibkan Skincare
Etiket Biru Tak
Sesuai Ketentuan
Oleh : Dewi Nurjanah
Editor : Dian Hermawati
Peredaran skincare dengan label biru kini menjadi tren yang disoroti oleh masyarakat. Berdasarkan data yang dihimpun
oleh Perhimpunan Dokter Spesialis Kulit dan Kelamin Indonesia (PERDOSKI) tahun 2023, ditemukan efek berbahaya dari
penggunaan skincare beretiket biru hampir di seluruh kota di Indonesia dengan angka temuan tertinggi terjadi di Jakarta,
Semarang, Makassar, dan Bandung.
enomena peredaran skincare biru, seharusnya hanya dapat digunakan dapat menimbulkan gejala pada kulit,
beretiket biru telah menjadi fokus atas rekomendasi dokter berdasarkan seperti dermatitis kontak, okronosis,
pengawasan BPOM. Sejak tahun kondisi kulit masing-masing pasien, yang urtikaria, hiperpigmentasi, dan efek
F2023, BPOM telah menginisiasi mungkin berbeda-beda kebutuhannya. kesehatan lainnya. Efek berbahaya yang
program penanganan peredaran skincare Karena itu, skincare beretiket biru hanya timbul dapat berbeda tergantung bahan
beretiket biru berkolaborasi dengan dapat diperoleh di apotek dengan resep yang terkandung pada produk yang
stakeholder terkait, yaitu kementerian/ dokter dan bersifat personal (tidak boleh digunakan.
lembaga, asosiasi profesi, pelaku diproduksi secara massal). Peredaran skincare beretiket biru
usaha, lembaga swadaya masyarakat, Akan tetapi, berdasarkan hasil yang tidak sesuai ketentuan, selain
komunitas masyarakat, serta media. pengawasan yang dilakukan di pasaran, berisiko terhadap kesehatan, juga
Istilah etiket sebenarnya merupakan BPOM menemukan produksi skincare berkontribusi negatif terhadap daya saing
penandaan untuk label sediaan obat, beretiket biru secara massal. Produksi produk kosmetik legal. Tren skincare
yang terdiri dari etiket putih dan etiket massal ini pun melibatkan peran sarana beretiket biru ini terjadi karena tingginya
IPY\ ZLIHNHPTHUH KPKLÄUPZPRHU KHSHT produksi kosmetik legal serta keterlibatan tingkat kepercayaan masyarakat
Peraturan Menteri Kesehatan Nomor 35 berbagai pihak, antara lain sarana terhadap kosmetik berlabel ”racikan
tahun 2014 tentang Standar Pelayanan distribusi (seperti klinik kecantikan) dokter” yang diyakini dapat memberikan
Kefarmasian di Apotek. Etiket putih serta profesi kesehatan, dalam hal efek instan, serta kurangnya literasi
digunakan untuk label obat yang peredaran maupun sumber perolehan tentang bahaya penggunaan skincare
digunakan dengan cara diminum atau bahan bakunya secara ilegal. Dengan beretiket biru secara bebas.
disebut “obat dalam”, sedangkan etiket pelanggaran yang melibatkan berbagai
biru merupakan penandaan untuk obat pihak ini, diperlukan upaya penanganan Kolaborasi Lintas Sektor Kunci
yang digunakan pada bagian luar tubuh komprehensif oleh seluruh pemangku Optimalkan Pengawasan
(atau disebut “obat luar”), seperti salep kepentingan. Sebagai upaya menertibkan
dan krim yang digunakan dengan cara Bahan obat yang ditemukan peredaran skincare beretiket biru,
dioles. disalahgunakan pada skincare beretiket BPOM berkolaborasi dengan pemangku
Produk yang mengandung bahan biru, antara lain hidrokuinon, asam kepentingan melalui berbagai upaya,
obat dengan etiket biru dan tujuan retinoat, serta golongan steroid. Efek seperti pengawasan, penindakan,
penggunaan estetik atau kecantikan, berbahaya dari penggunaan skincare pembinaan serta edukasi. Kesepakatan
yang dikenal sebagai skincare beretiket etiket biru yang tidak sesuai ketentuan kolaborasi telah tertuang dalam
Etiket biru
Merupakan penandaan untuk obat luar yang digunakan
dengan cara dioles, seperti salep dan krim.
Skincare Beretiket Biru
yang tidak sesuai ketentuan merupakan istilah untuk produk
perawatan kulit yang ditambahkan bahan obat (keras), yang dibuat
secara massal dan dilabeli etiket biru, umumnya diedarkan secara
online, tanpa resep ataupun pengawasan dokter.
54
Vol. /No. /