Page 227 - Keterangan Pers Kepala Badan POM dan Juru Bicara Satgas Penanganan COVID-19 di Istana Kepresidenan Jakarta
P. 227

Indonesia memiliki 2 jalur pengembangan vaksin. Pertama yakni vaksin merah putih
               kerja  sama  antara  Kemenristek/BRIN  (Badan  Riset  dan  Inovasi  Nasional)  dengan
               Lembaga Biologi Molekuler (LBM) Eijkman.

               ―BPOM  telah  membuat  roadmap  tahapan  pengembangan  vaksin  yang  diperlukan
               untuk memenuhi persyaratan data pre-klinik, klinik dan mutu dari vaksin yang akan
               dibuat. Selanjutnya, akan ditindaklanjuti dengan FGD bersama stakeholder terkait,‖
               terangnya.

               Kedua adalah kerja sama Indonesia dengan perusahaan dari negara lain. Saat ini
               BPOM  mendampingi  kerja  sama  vaksin  antara  Sinovac  dari  Cina  dengan  PT
               Biofarma.  Selain  itu,  ada  juga  kerja  sama  G42  Uni  Emirat  Arab  dan  Sinopharm
               bersama PT Kimia Farma.

               Kerja sama lainnya adalah antara perusahaan bioteknologi Korea Selatan, Genexine
               Inc  dengan PT  Kalbe Farma.  ―Ada  juga  beberapa  komunikasi dengan  negara  lain
               yang sudah memulai untuk tahap-tahap pengembangan selanjutnya,‖ paparnya.

               BPOM melaporkan pengembangan soal uji coba vaksin Sinovac yang dimulai pada
               11 Agustus lalu. Ini melibatkan peneliti dari Fakultas Kedokteran, Unpad.

               ―Target  subyek  sebanyak  1.620.  Saat  ini  ada  1.800  sukarelawan  yang  sudah
               mendaftar sebagai subyek uji klinik. Hingga akhir Agustus 2020 ini terdapat kurang
               lebih 500 subyek yang telah direkrut dan telah mendapatkan tahapan penyuntikan,‖
               imbuhnya.

               Terpisah,  Peneliti  dari  Lembaga  Ilmu  Pengetahuan  Indonesia  (LIPI)  Anggia
               Prasetyoputri mengatakan belum ada bukti klinis terkait virus SARS-CoV-2 dengan
               mutasi D614G yang menyebabkan COVID-19 lebih efektif menular pada manusia.
               Sebuah studi menunjukkan virus yang membawa mutasi D614G lebih infeksius pada
               kultur sel di laboratorium. ―Masih perlu penelitian lebih lanjut. Apakah memang virus
               pembawa mutasi D614G menjadi lebih infeksius pada manusia dibanding virus yang
               tidak  memiliki  mutasi  tersebut.  Belum  ada  bukti  yang  jelas  apakah  gejala  klinis
               pasien  yang  terinfeksi  virus  pembawa  mutasi D614G  akan  berbeda  dengan  strain
               sebelumnya,‖ jelas Anggia di Jakarta, Selasa (1/9).
               Menurutnya, salah satu faktor yang menyebabkan virus bisa lebih infeksius adalah
               terjadinya  mutasi.  Sebab,  pada  dasarnya  virus  memang  mudah  bermutasi.  Ini
               karena proses replikasi materi genetik virus yang rentan mengalami kesalahan.

               ―Ada  potensi  atau  kemungkinan  terjadinya  mutasi  yang  bisa  menyebabkan  virus
               lebih infeksius. Namun tidak ada yang bisa memprediksi secara pasti kapan itu akan
               terjadi,‖ terangnya.
               Untuk saat ini, lanjut Anggia, lebih baik menjaga diri dengan melaksanakan protokol
               kesehatan secara disiplin. Seperti menjaga jarak, memakai masker, dan selalu
               mencuci tangan.(rh/fin)
   222   223   224   225   226   227   228   229   230   231   232