Page 128 - Hadits-Jibril-Penjelasan-Hadits-Jibril-Memahami-Pondasi-Iman-Yang-Enam-Dr.-H.-Kholilurrohman-MA
P. 128
H a d i t s J i b r i l | 111
Masyi‟ah) yang azali (tidak bermula), di mana sesuatu tersebut
kemudian terjadi pada waktu yang telah ditentukan dan
dikehendaki oleh-Nya terhadap kejadiannya.
Penggunaan kata “al-Qadar” terbagi kepada dua
bagian. Pertama; bisa bermaksud bagi sifat “Taqdir” Allah,
yaitu sifat menentukannya Allah terhadap segala sesuatu
yang ia kehendakinya. al-Qadar dalam pengertian sifat Taqdir
Allah ini tidak boleh kita sifati dengan keburukan dan
kejelekan. Karena sifat menentukan Allah terhadap segala
sesuatu bukan suatu keburukan atau kejelekan. Tetapi sifat
menentukannya Allah terhadap segala sesuatu yang Ia
kehendakinya adalah sifat yang baik dan sempurna,
sebagaimana sifat-sifat Allah lainnya. Sifat-sifat Allah
tersebut tidak boleh dikatakan buruk, kurang, atau sifat-sifat
jelek lainnya.
Kedua; kata al-Qadar dapat bermaksud bagi segala
sesuatu yang terjadi pada makhluk, atau disebut dengan al-
Maqdur. Al-Qadar dalam pengertian al-Maqdur ini ialah
mencakup segala apapun yang terjadi pada seluruh makhluk
ini; dari keburukan dan kebaikan, kesalehan dan kejahatan,
keimanan dan kekufuran, ketaatan dan kemaksiatan, dan
lain-lain. Makna yang kedua inilah yang maksud dengan
hadits Jibril di atas, “Wa Tu‟mina Bi al-Qadar, Khirihi Wa
Syarrihi”, bahwa di antara pokok keimanan adalah beriman
dengan al-Qadar, yang baiknya dan yang buruknya. Al-Qadar
dalam hadits ini adalah dalam pengertian al-Maqdur.
Pemisahan makna antara sifat Taqdir Allah dengan al-
Maqdur adalah sebuah keharusan. Hal ini karena sesuatu
yang disifati dengan baik dan juga buruk, atau baik dan jahat,