Page 94 - Masa-il-Diniyyah-Buku-Keempat_Dr.-H.-Kholilurrohman-MA
P. 94
tidak diterima [tidak memiliki pahala]. Hal ini sebagaimana
diketahui bahwa ada beberapa perbuatan makruh yang dapat
menghilangkan pahala perbuatan [ibadah] yang sedang
dilakukan, namun begitu perbuatan [makruh] tersebut bukan
sebuah kemaksiatan. Contohnya seperti shalat tanpa adanya
khusyu, shalat tetap sah [menggugurkan kewajiban] hanya saja
tanpa pahala dan tidak diterima. Contoh lainnya seperti hadits
66
Ibnu ‘Abbas yang diriwayatkan Abu Dawud dengan marfu’ :
“Siapa yang mendengar orang memanggil [adzan] dan ia tidak
memiliki alasan untuk mengikutinya [shalat jama’ah] maka
tidak diterima shalatnya [sendiri] yang ia lakukan”. Beberapa
sahabat bertanya: “Apakah alasan dalam hal ini?”. Ia menjawab:
“Rasa takut atau karena sakit”. Hadits ini bukan berarti orang
yang tidak shalat berjama’ah dengan tanpa alasan sebagai
pelaku maksiat. Tetapi maknanya orang tersebut telah berlaku
perbuatan makruh. Demikian pula dengan hadits Ibnu
Khuzaimah di atas bukan dalam pengertian haram memakai
wewangian bagi perempuan, tetapi dalam pengertian makruh.
Catatan lainnya; wewangian yang dimakruhkan di sini adalah
wewangian yang semerbak baunya, sebab lafazh haditsnya
menyatakan [فصعت اويحرو], dan lafazh [فصعت] untuk bau yang
menyengat, tidak digunakan mutlak/umum bagi seluruh
wewangian. Sebagaimana hal ini telah dijelaskan oleh para ahli
bahasa.
Adapun hadits yang berbunyi:
ت٘فت نجرخِل نكلو للها دجاسم نم للها ءامإ ايعنتم ٗ
66 Sunan Abi Dawud: Kitab as-Shalat. Lihat pula al-Mustadrak (1/246)
dan as-Sunan al-Kubra (3/75)
90