Page 93 - Masa-il-Diniyyah-Buku-Keempat_Dr.-H.-Kholilurrohman-MA
P. 93
tidak ada seorang ahli haditspun (al-hafizh) yang menyatakan
hadits tersebut dla’if ?!. Adapun penyataan sikap dari seorang
yang bukan ahli hadits tentu saja tidak ada gunanya, karena itu
tidak memberikan pengaruh (sebagaimana disebutkan dalam
kitab-kitab Musthalah al-Hadits).
Adapun hadits yang diriwayatkan oleh Ibnu Khuzaimah,
bahwa suatu ketika seorang perempuan lewat di hadapan Abu
Hurairah yang wewangiannya dirasakan oleh beliau, ia
bertanya: “Handak kemanakah engkau wahai hamba Tuhan
yang maha perkasa?, perempuan tersebut menjawab: “Ke
masjid”. Abu Hurairah berkata: “Adakah engkau memakai
wewangian untuk itu?”. Ia menjawab: “Iya”. Abu Hurairah
berkata: “Kembalilah engkau pulang dan mandilah,
sesungguhnya saya mendengar Rasulullah bersabda: “Allah
tidak menerima shalat seorang perempuan yang keluar menuju
masjid sementara wewangiannya menyebar semerbak hingga ia
pulang kembali dan mandi”. Hadits ini tidak dinyatakan shahih
oleh seorang hafizhpun. Bahkan Ibnu Khuzaimah yang
meriwayatkannya berkata: “Jika hadits ini shahih”. [artinya
menurut beliau hadits ini tidak shahih].
Dengan demikian hadits ini tidak dapat dijadikan
sandaran hukum. Yang menjadi sandaran hukum dalam hal ini
adalah hadits ‘Aisyah sebelumnya di atas, karena hadits tersebut
lebih kuat sanadnya dari pada hadits Ibnu Khuzaimah ini.
Namun demikian makna dua hadits ini dapat dipadukan.
Dengan dipahami sebagai berikut: “Jika hadits Ibnu Khuzaimah
dinyatakan shahih maka maknanya bukan untuk tujuan
mengharamkan memakai minyak wangi bagi kaum perempuan,
tapi untuk menyatakan bahwa shalatnya perempuan tersebut
89