Page 158 - Membersihkan Nama Ibn Arabi_Dr. H. Kholilurrohman, MA
P. 158

Membersihkan Nama Ibn Arabi | 156

           wafatnya,  yaitu  pada  hari  rabu,  yang  ternyata  demikian  adanya.
           Pada hari wafatnya tersebut ia dalam keadaan sakit parah, ia duduk
           seraya  berkata  kepada  Ibn  Arabi:  “Wahai  anakku  hari  ini  adalah
           hari  keberangkatan  dan  pertemuanku”.  Ibn  Arabi  berkata
           kepadanya:  “Semoga  Allah  memberikan  keselamatan  dalam
           perjalananmu  dan  memberikan  berkah  dalam  pertemuanmu”.
           Setelah itu nampaklah pada keningnya seberkas cahaya putih yang
           berbeda  dengan  warna  kulitnya.  Cahaya  tersebut  kemudian
           menyebar kepada wajahnya hingga ke seluruh badannya          179 .
                  Ibunda Ibn Arabi juga dikenal sebagai perempuan yang saleh
           dan  sangat  bertaqwa.  Beliau  bernama  Nur  al-Anshariyyah;  adalah
           seorang  perempuan  yang  memiliki  garis  keturunan  dari  kaum
           Anshar  Madinah;  orang-orang   yang  telah membuka  pintu  rumah
           dan pintu hati saat Rasulullah dan para sahabatnya datang dari kota
           Mekah. Sifat kasih sayang dan lemah lembut serta ketakwaan yang
           kuat adalah di antara karakteristik para sahabat Anshar, baik kaum
           pria maupun wanitanya. Dan sifat itulah yang diwarisi ibunda Ibn
           Arabi dari para leluhurnya tersebut.
                  Di  antara  paman  dari  jalur  ibunyanya  bernama  Yahya  ibn
           Waighan; adalah seorang sufi dan ahli ibadah yang sangat dikenal.
           Awal  mulanya  ia  seorang  penguasa  pada  daerah  Tilmisan.  Suatu
           hari  ia  bertemu  dengan  seorang  sufi  kenamaan  di  masanya  yaitu
           Abu Abdillah at-Tunusi. Setelah mengucapkan salam, Ibn Waighan
           bertanya  kepadanya:  “Wahai  Syaikh  apakah  shalatku  dengan
           pakaian  semacam  ini  boleh?”.  Ibn  Waighan  saat  itu  memakai
           pakaian  yang  sangat  indah  sebagai  layaknya  seorang  penguasa.
           Syaikh  at-Tunusi  bukan  menjawab,  tetapi  malah  tertawa.  Ibn



                 179  Ibn Arabi, al-Futûhât al-Makkiyyah, j. 2, h. 222
   153   154   155   156   157   158   159   160   161   162   163