Page 21 - Menteri Pendidikan dan Kebudayaan Compile 18 Januari 2019
P. 21
10. Pendidikan yang dimulai sejak di lingkungan keluarga dan dilanjutkan dengan tambahan Periode jabatannya selaku menteri Dekdikbud tidak terlalu lama, walau demikian beberapa kebijakan yang
pengajaran dengan sistem sekolah tidak dapat dipisahkan dari kehidupan masyarakat yang dihasilkan antara lain menetapkan perubahan Kurikulum 1975 menjadi Kurikulum 1984 dan masuknya
menghadapi pembangunan ekonomi dan penyempurnaan teknologi. Pendidikan Sejarah Perjuangan Bangsa” (PSPB) sebagai mata pelajaran wajib. Ketika itulah terjadi
pergantian nomenklatur Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan menjadi Departemen Pendidikan
11. Pendidikan harus menganut falsafah bahwa manusia sendiri yang mengadakan (membangun) industri, dan Kebudayaan. Gagasan Prof. Dr. Nugroho Notosusanto yang momentum dan kontroversial adalah
perdagangan, transportasi, dan bukan ekonomi yang melahirkan manusia. Oleh karena itu mendidik implementasi kebijakan Orde Baru yang ingin menyatukan seluruh ormas dan partai politik di bawah
harus diartikan memberi kemampuan untuk mengadakan sesuatu bagi keperluan hidup.
bendera Pancasila. Untuk itu, selain menggalakkan Pendidikan Pancasila, Pendidikan Sejarah, PSPB,
12. Pendidikan dengan sistem persekolahan secara prinsipil harus diubah dari “theorie school” dan penataan P4, kebijakan tentang “Pancasila in action” perlu digalakkan, yakni Pancasila dalam
menjadi “doe school”, artinya mengusahakan sifat vocasional dari keilmuan yang bersifat tata pergaulan dan tata krama perlu dilaksanakan berdasarkan pembinaan dan keselarasan.
teoritis. Orientasi anak harus diubah dari kontrasentris menjadi memakmurkan desa dengan Selapas Menteri Nugroho Notosusanto, yang meninggal di tengah berbagai kebijakannya yang dianggap
industri agraris, sehingga desa merupakan ruang sekolah. sangat kontroversial, Prof. Fuad Hassan diangkat menjadi Mendikbud. Masa jabatannya cukup lama,
13. Kurikulum harus ditinjau secara menyeluruh; harus diadakan sinkronisasi dari SD sampai meliputi tahun 1985–1988 dan 1988–1993 atau sekitar sembilan tahun. Pada tahun-tahun pertama
perguruan tinggi. Karena keadaan geografi, sosial, dan budaya diperlukan diferensiasi dengan kepemimpinannya selaku Menteri Pendidikan dan Kebudayaan Fuad Hassan tidak dapat berbuat banyak,
pembangunan daerah masing-masing. Di samping itu ada unit kurikulum dalam beberapa karena jabatan pertamanya sangat pendek (naik di tengah jalan). Barulah pada masa jabatan kedua tahun
mata pelajaran pokok guna mencapai kesatuan bangsa seperti bahasa, sejarah, ilmu bumi, dan 1988–1993 berbagai kebijakan Fuad Hassan mulai mewarnai sistem pendidikan nasional. Salah satu di
civics (Suradi, 1986: 158; Dewantara, 1977). antaranya adalah pelaksanaan Evaluasi Tahap Akhir Nasional (Ebtanas) secara desentralisasi. Hal ini
penting karena, menurut Fuad Hasan, prinsip desentralisasi menjamin mutu sekolah tetap terjaga.
Bahwa untuk mencapai cita-cita pembangunan di bidang pendidikan dan kebudayaan maka prinsip Fuad Hassan-lah yang melakukan perubahan penamaan gelar kesarjanaan yang dianggap sangat berbau
pokok pembangunan pendidikan-kebudayaan harus didasarkan pada Pancasila dan UUD 1945 yang kolonial, seperti Drs, Dra, Ir, dan sebagainya dengan gelar yang bernuansa Indonesia dan sekaligus
prinsip-prinsip pokoknya terkandung dalam Mukaddimah UUD 1945. Karena itulah maka warna menyebut bidang keilmuan dan kesarjanaan pemegang gelar. Salah satu sumbangannya di bidang
pembangunan pendidikan dan kebudayaan Kabinet Ampera II didominasi oleh penerapan pendidikan kebudayaan adalah upaya memugar Galeri Nasional, yang baru selesai pada masa Prof. Wardiman
Pancasila melalui berbagai sarana, seperti pendidikan agama, pendidikan perikemanusiaan, pendidikan Djoyonegara, yang juga populer dengan konsep link and match (kesesuaian dan keterpaduan), suatu
kesatuan bangsa, pendidikan kerakyatan, dan pendidikan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia. konsep yang dikembangkan untuk meningkatkan relevansi pendidikan dengan kebutuhan pembangunan.
Di bidang kebudayaan Wardiman mempunyai peran sangat besar dalam penggunaan bahasa Indonesia
Akhir jabatan Sanusi Hardjadinata ditandai dengan berakhirnya pula masa Kabinet Ampera II yang
kemudian diganti dengan Kabinet Pembangunan I, yang ditandai dengan pengangkatan Mashuri Saleh, di kalangan para pengusaha, industri, perbankan, dan pengembang. Dengan kata lain Wardiman adalah
S.H. selaku Menteri Pendidikan dan Kebudayaan (1968–1973). Periode ini sangat penting bagi tonggak tokoh terdepan “kampanye pemasaran” bahasa Indonesia.
kekuasaan Orde Baru di bidang pendidikan dan kebudayaan. Mashuri Saleh-lah yang menetapkan Tanggal 18 Maret 1998 Prof. Wiranto Arismunandar dilantik menggantikan Prof. Wardiman Djoyonegara
pentingnya kebebasan ilmiah dan kebebasan mimbar bagi perguruan tinggi yang sebelumnya menjadi Menteri Pendidikan dan Kebudayaan. Prof. Wiranto Aris Munandar merupakan Menteri
bertentangan dengan kebijakan Presiden Soekarno. Saat itu Mashuri Saleh masih menjadi Dirjen Pendidikan dan Kebudayaan terakhir zaman Soeharto. Prof. Wiranto sesungguhnya kurang bahagia
Pendidikan Tinggi dan Ilmu Pengetahuan (1967–1968). Kebijakannya digunakan lagi untuk mengawali ketika Presiden Soeharto memintanya menjadi Menteri Pendidikan dan Kebudayaan menggantikan
jabatannya selaku Menteri Pendidikan dan Kebudayaan dalam Kabinet Pembangunan (1968–1973). Prof. Wardiman. Prof. Wiranto Aris Munandar sangat menyadari bahwa ketika itu ia harus berhadapan
Pada saat itulah Presiden Soeharto selaku penguasa Orde Baru menyatakan keinginannya untuk dengan situasi yang amat panas yang mengarah ke istana. Demonstrasi dan pergolakan di kampus
menjadikan pendidikan nasional Indonesia selaku saka guru utama dalam Negara Republik Indonesia. yang dipelopori mahasiswa mulai bermunculan. Ada yang mengaitkan pengangkatan Prof. Wiranto
dimaksudkan agar ia dapat mengendalikan kampus, seperti ketika ia menjabat Rektor ITB yang terkenal
Menteri zaman Orde Baru selepas Mashuri Saleh, S.H. adalah Prof. Sumantri Brodjonegoro, Letjen
TNI Dr. Teuku Syarif Thayeb, Prof. Dr. Nugroho Notosusanto, dan Prof. Dr. Fuad Hasan. Di antara amat keras, tegas, dan tak segan memberi skorsing pada mahasiswa yang membandel. Namun arus
politik ketika itu sudah sangat besar dan deras yang sama sekali sulit untuk dibendung.
menteri–menteri Orde Baru yang menonjol adalah Dr. Teuku Syarif Thayeb, yang menekankan
pengulangan pentingnya tut wuri handayani, melakukan perluasan kesempatan belajar dan pembebasan Pada masa akhir kekuasaannya Presiden Soeharto membentuk Kabinet Pembangunan VIII, berumur
SPP, serta perbaikan mutu pendidikan. Teuku Syarif Thayeb jugalah yang memulai pembangunan sangat singkat, efektif hanya tiga bulan (14 Maret 1998–21 Mei 1998). Juwono Sudarsono ketika itu
infratruktur gedung/sekolah/bangunan lain yang berhubungan dengan program pendidikan menjabat Menteri Negara Lingkungan Hidup, akan tetapi pada era reformasi di bawah Presiden
menggunakan dana Inpres. BJ. Habibie ia dipercaya menjabat Menteri Pendidikan dan Kebudayaan yang umurnya juga sangat
singkat (1998–1999).
Menteri–menteri lain yang menonjol adalah Prof. Daoed Yoesoef. Dialah satu-satunya menteri, selain
Ki Hajar Dewantara, yang memiliki konsep utuh tentang pembangunan pendidikan dan kebudayaan Hal utama yang menggangu ketenangan Juwono bekerja secara optimal pada masa kerjanya yang
sebelum dilantik menjadi Menteri Pendidikan dan Kebudayaan. Di antara kebijakannya yang menonjol dan sangat singkat itu ialah timbulnya gelombang protes atas penerimaan dan legitimasi BJ. Habibie
mengundang kontroversial adalah pemberlakuan “Normalisasi Kehidupan Kampus/Badan Koordinasi sebagai presiden karena Presiden Soeharto dianggap menyerahkan kekuasaan kepada BJ. Habibie
Kemahasiswaan (NKK/BKK)”. Kebijakan NKK/BKK dimaksudkan untuk menghilangkan kegiatan secara sepihak dan BJ. Habibie dianggap masih produk Orde Baru. Walaupun masa jabatannya
politik dan organisasi kampus. Menteri Orde Baru lain yang populer adalah Prof. Nugroho Notosusanto. sangat singkat, tetapi karyanya di bidang pembangunan pendidikan dan kebudayaan sangat besar,
8 MENTERI PENDIDIKAN DAN KEBUDAYAAN REPUBLIK INDONESIA 1945-2018 MENTERI PENDIDIKAN DAN KEBUDAYAAN REPUBLIK INDONESIA 1945-2018 9