Page 246 - Menteri Pendidikan dan Kebudayaan Compile 18 Januari 2019
P. 246
T
Atasoyib Hadiwijaya
bersama Presiden
Keluarga besar
Soekarno dan Ibu
Raden Mas
Negara setelah
Reksohadiprodjo.
pelantikan sebagai
Moh. Said berdiri di
Duta Besar Belgia di
sebelah ujung kanan.
Istana Negara, 1964
tercapainya masyarakat sosialis Indonesia yang adil dan makmur secara material dan spiritual (Sumber: koleksi
(Sumber: Repro
keluarga Ny.
Tegipitoyo, dalam
berdasarkan Pancasila. Mayoritas mahasiswa akademi tersebut berasal dari angkatan bersenjata. Otobiografi Toyib
Hadiwijaya)
Moehkardi, hlm. 116)
Tidak selamanya ia berpendapat bahwa universitas harus terbebas dari unsur-unsur politis. Ketika
Tengah
mengunjungi Universitas Nusa Cendana di Kupang dalam rangka peninjauan ruangan tambahan pada
Moh.Said (memangku
tanggal 2 Januari 1964, Menteri Toyib didampingi Rektor UGM Professor Herman Johannes dan anak) saat tinggal
di rumah Iso di
Rektor Universitas Nusa Cendana. Dalam pidatonya ia menyerukan pembentukan Resimen Mahasiswa Semarang.
(Menwa) dalam rangka mendukung program politik Presiden Soekarno melawan imperialisme baru (Sumber: koleksi
dalam bentuk pendirian negara Malaysia serta untuk memperkuat pertahanan dalam negeri. Akan pribadi Dra.
41
Handarti, dalam
tetapi seruan ini barangkali dapat dimaknai pula bahwa mahasiswa seharusnya memiliki karakter Moehkardi,
dan jati diri kebangsaan yang kuat untuk menangkal kekuatan dari luar yang berpotensi mengancam 1982/1983: 116)
keselamatan negara. Bawah
Pernikahan Moh.Said
Departemen PTIP, sebagaimana tujuan awal didirikan sebagai penyelenggara pelaksanaan Manipol di dengan Sugiarti 1956
bidang pengajaran tinggi, juga mempunyai tugas mengawasi dan mengaudit keberadaan universitas dan (Sumber: Ny.
perguruan tinggi baik negeri maupun swasta. Adanya kesadaran bahwa pendidikan tinggi merupakan Sugiarti Moh.Said,
dalam Moehkardi,
langkah awal meniti karier, ketika itu banyak pihak mendirikan yayasan yang di kemudian hari berkembang 1982/1983: 120)
menjadi universitas ataupun sekolah tinggi swasta. Beberapa di antaranya memanfaatkan kesempatan
tersebut untuk tujuan komersialisasi kampus, sementara tidak ada kualitas pendidikan yang diberikan.
Atas dasar keadaan itu Toyib melakukan langkah-langkah untuk mengorganisir pendirian perguruan
tinggi-perguruan tinggi swasta tersebut. Sebagai contoh, surat kabar Suluh Indonesia tertanggal
23 Januari 1964 melaporkan bahwa Universitas Sawerigading yang berpusat di Makassar menyelenggarakan
pendidikan tinggi dengan membuka beberapa cabang di Riau dan Jakarta. Tim dari Departemen PTIP
terjun dan menyelidiki langsung. Penyelidikan tersebut menemukan bahwa “Universitas Sawerigading”
hanyalah sebuah yayasan yang sama sekali tidak mempunyai syarat-syarat sebagai perguruan tinggi
karena tidak mempunyai ruang kelas, laboratorium, bahkan kuliahnya hampir tidak ada, tetapi yayasan
ini memungut biaya kepada mahasiswa dan memberikan gelar B.A. atau sarjana muda kepada beberapa
lulusannya. Pihak yayasan membantah bahwa universitas mereka tidak memenuhi standar.
42
Hal ini merugikan masyarakat yang ingin menempuh pendidikan tinggi. Oleh karena itu pemerintah
memberikan teguran keras kepada perguruan tinggi yang melanggar Pasal 25-27 Undang-undang
No. 22 Tahun 1961 Tentang Perguruan Tinggi tersebut. Pemerintah meragukan keabsahan gelarnya
(juga mutu pendidikannya), selain itu tidak ada jaminan lulusannya setia terhadap Pancasila dan Manipol
sebagaimana dikehendaki dalam undang-undang. Di samping itu universitas yang berpusat di Makassar
tersebut tidak memiliki akta notaris. Menteri Toyib pun memerintahkan agar universitas mematuhi
peraturan perundangan yang berlaku. 43
Pada kesempatan lain Toyib mengatakan bahwa perguruan tinggi harus menjadi alat perjuangan
44
dan pengemban amanat penderitaan rakyat (Ampera). Dalam menyusun atau membuat keputusan
yang berkaitan dengan perguruan tinggi harus didasarkan pada tiga pokok pikir yang masing-masing
berupa dasar idiil, fisik, dan mental. Dalam pidato pembukaan rapat penyusunan konferensi kerja
perumusan rancangan pelaksanaan UU PT di Wisma Hasta Senayan, ia menekankan bahwa pokok
pikiran atas dasar idiil haruslah berdasarkan Pancasila dan berhaluan Manipol serta bertujuan untuk
menjadikan perguruan tinggi sebagai alat perjuangan dan pengemban Ampera. Bahwa kebebasan
akademik yang meliputi kebebasan belajar, kebebasan memasuki perguruan tinggi bagi pemegang
ijazah SMA, kebebasan mengajar, kebebasan ilmiah, dan kebebasan mimbar akademik, harus
didasarkan pada tanggung jawab sesuai dengan kebutuhan bangsa dan kepribadian nasional. Pada
akhirnya ia menekankan bahwa perubahan-perubahan akademik di perguruan tinggi harus didasarkan
pada kebutuhan bangsa.
234 MENTERI PENDIDIKAN DAN KEBUDAYAAN REPUBLIK INDONESIA 1945-2018 MENTERI PENDIDIKAN DAN KEBUDAYAAN REPUBLIK INDONESIA 1945-2018 235