Page 31 - Menteri Pendidikan dan Kebudayaan Compile 18 Januari 2019
P. 31

Ki Hadjar                                                                                                   Ki Hadjar Dewantara
 Dewantara dan                                                                                               bersama Keluarga
 Nyonya, beberapa                                                                                            (Sumber:
 saat setelah                                                                                                Perpustakaan
 melangsungkan                                                                                               Nasional Republik
 pernikahan                                                                                                  Indonesia).
 (Sumber:
 Perpustakaan
 Nasional Republik
 Indonesia)
























               kesenian—yang disebut pula sebagai pendidikan estetis—dimaksudkan untuk menghaluskan perasaan
               terhadap segala bentuk lahir yang bersifat indah. Pendidikan estetis ini melengkapi pendidikan etis atau
               pendidikan moral, yang bertujuan menghaluskan hidup kebatinan anak. Dengan pendidikan etis anak-
               anak dapat mengembangkan berjenis-jenis perasaan, seperti religius, sosial, dan individual. 7

               Sesudah tamat sekolah dasar pada tahun 1904, timbul masalah dalam diri Soewardi, yakni ke mana
               akan  meneruskan  sekolah.  Akhirnya  Soewardi  masuk  Kwekschool  (Sekolah  Guru)  di  Yogyakarta.
               Tidak lama kemudian datang dokter Wahidin Soediro Hoesodo di Pura Paku Alaman dan menawarkan
               siapa yang mau masuk School tot Opleiding voor Indiesche Artsen (STOVIA, biasa disebut Sekolah
               dokter Jawa) di Jakarta  dengan bea  siswa. Soewardi menerima  tawaran tersebut  dan mendapat
                                                                                           8
               kesempatan belajar di STOVIA (1905-1910), tetapi bea siswanya dicabut karena tidak naik kelas akibat
               sakit selama empat bulan. Ia terpaksa meninggalkan sekolah. Dari direktur sekolahnya ia mendapat
               surat keterangan istimewa atas kepandaiannya dalam bahasa Belanda. Sesungguhnya ada alasan lain
               yang lebih politis Soewardi dikeluarkan dari STOVIA. Pada suatu pertemuan ia membaca sebuah sajak
               dengan penuh penghayatan yang menggambarkan keperwiraan Ali Basah Sentot Prawirodirdjo. Tentu
               saja Direktur STOVIA tidak senang pada tindakan Soewardi.
                                                                     9
               Walaupun tidak dapat menyelesaikan studi di STOVIA, tetapi ia  memperoleh banyak pengalaman
               baru. Sebagai mahasiswa STOVIA ia harus masuk asrama. Jumlah anak yang tinggal di asrama tersebut
               sebanyak  200  orang  dan  berasal  dari  berbagai  daerah  di  Indonesia  dengan  agama  berbeda-beda.
               Bagi Soewardi tempat tinggal yang baru itu berbeda sekali dengan tempat asalnya. Suasana feodal
               yang dialami di rumah orang tuanya di Yogyakarta tidak terdapat di kota besar Jakarta. Oleh karena
               itu  ia  harus  menyesuaikan  diri. Seperti  asrama  pada  umumnya,  di  asrama  STOVIA  juga  berlaku
               peraturan-peraturan yang harus ditaati oleh penghuninya, misalnya pada malam Idul Fitri penghuni
               asrama dilarang merayakannya dengan membunyikan petasan; padahal Idul Fitri bagi rakyat Indonesia
               mempunyai sifat nasional, sehingga yang merayakan bukan hanya orang-orang yang beragama Islam
               saja dan dengan kebiasaan membunyikan petasan. Oleh sebab itu Soewardi bersama dengan teman-
               temannya membunyikan beberapa puluh mercon. Akibatnya pemimpin asrama marah dan Soewardi
               bersama kawan-kawannya dimasukkan ke dalam kamar tertutup sebagai hukuman.
                                                                                         10
               7     Op.Cit., hlm. 14-15.

               8     Ibid., hlm. 17-18.
               9     Ibid., hlm. 150.
               10    Ibid., hlm. 18-19.




 18  MENTERI PENDIDIKAN DAN KEBUDAYAAN REPUBLIK INDONESIA 1945-2018  MENTERI PENDIDIKAN DAN KEBUDAYAAN REPUBLIK INDONESIA 1945-2018  19
   26   27   28   29   30   31   32   33   34   35   36