Page 35 - Menteri Pendidikan dan Kebudayaan Compile 18 Januari 2019
P. 35
Ki Hadjar
Dewantara pada
masa pembuangan.
Ia menjalani
pembuangan dari
tahun 1913-1919
(Sumber: Biro
Sejak lahir partai ini secara langsung memperkenalkan diri sebagai “partai politik” yang berhaluan Umum, Sekretariat
kebangsaan, kerakyatan, dan kemerdekaan. Dalam memperjuangkan cita-citanya, yakni Indonesia Jenderal,
14
Kementerian
Merdeka Berdaulat, ketiga pemimpin tersebut bersemboyan rawe-rawe rantas, malang-malang putung. Pendidikan dan
Kebudayaan)
Keanggotaan IP tidak memedulikan kebangsaan. Asal mengakui Indonesia sebagai negara dan tanah
air, orang dapat masuk menjadi anggota IP. Dasar pemersatu bagi IP adalah penderitaan bersama di
bawah kolonial. 15
Manuver IP mengkhawatirkan pemerintah kolonial Belanda karena tujuan IP mencapai kemerdekaan
Hindia Belanda dari Belanda. Oleh karena itu pada tanggal 31 Maret 1913 pucuk pimpinan IP mengambil
keputusan untuk menyelamatkan anggota-anggotanya dengan membubarkan IP dan menganjurkan agar
seluruh anggotanya pindah ke Insulinde pimpinan Douwe Dekker. Dengan jalan demikian IP tetap
ada, tetapi dengan pakaian lain. Sementara itu Douwes Dekker berpendapat dibutuhkan organisasi
nasional yang harus berjuang untuk mencapai persamaan derajat bagi seluruh bangsa Hindia Belanda
dan persiapan-persiapan yang nyata untuk kemerdekaan bangsa dan tanah air.
Pada awal Juli 1913 Cipto Mangunkusumo dan Soewardi Soerjaningrat mendirikan Komite Boemiputera
sebagai tandingan Komite Perayaan 100 Tahun Kemerdekaan Belanda, yang dimaksudkan untuk Belanda. Soewardi ditahan di Bangka, sedang Tjipto Mangoenkoesoemo ditahan di Banda Neira.
menampung isi hati rakyat yang memprotes penyelenggaraan perayaan memperingati satu abad Sementara itu Douwes Dekker diasingkan ke Kupang sesuai dengan Keputusan Pemerintah Hindia
kemerdekaan Kerajaan Belanda. Peringatan akan dirayakan baik di Negeri Belanda maupun di tanah Belanda No. 2a tanggal 18 Agustus 1913. Douwes Dekker ditahan karena memuji tulisan teman-
jajahan dan puncaknya akan dilangsungkan pada tanggal 15 November 1913. Brosur pertama yang temannya melalui artikel “Onze Helden, Tjipto Mangoenkoesoemo en R.M. Soewardi Soerjaningrat”
16
dikeluarkan oleh Komite berupa karangan Soewardi Soerjaningrat berjudul “Als Ik een Nederlander (Pahlawan-pahlawan kita, Tjipto Mangunkusumo dan R.M. Soewardi Soerjaningrat). Akhirnya mereka
was” (Seandainya Saya Orang Belanda). Pada bagian akhir tulisan tersebut Soewardi memberi gambaran dipindahkan ke Belanda. 20
segi-segi negatif tindakan ikut merayakan hari Kemerdekaan Belanda bagi Bangsa Indonesia. Ia menulis
bahwa perayaan itu sedikit pun tidak ada manfaatnya bagi bangsa Indonesia. 17 Pada saat sidang pengadilan dan vonis dijatuhkan, Soerjaningrat hadir. Begitu sidang ditutup, Soewardi
menghampiri ayahandanya. Sesaat Soerjaningrat mengulurkan tangannya seraya berkata, “Aku bangga
Bahwa niat perayaan itu mengingatkan kepada rakyat: selama Idenburg menjabat sebagai wali negara, atas perjuanganmu. Terimalah doa dan restu Bapak. Ingat, seorang kesatria tidak akan menjilat ludahnya
21
Negeri Belanda tidak akan memberi kemerdekaan kepada Indonesia. kembali.” Pada saat itu Soewardi pengantin baru; meskipun sudah menikah, tetapi belum diresmikan
di depan masyarakat. Peresmian terpaksa tidak dilaksanakan karena Soewardi dan istri harus segera
Hajat perayaan itu memberi pengajaran kepada kita, bahwa tiap-tiap orang wajib memperingati hari meninggalkan tanah air. Pada malam hari sebelum mereka berangkat diadakan pergelaran wayang kulit
pernyataan kemerdekaan rakyatnya dengan sekhitmad-khitmadnya.
untuk menghormati keberangkatan pemimpin-pemimpin tersebut bersama dengan keluarganya di
Soewardi juga menulis kritik melalui artikel “Een voor Allen, Maar ook Allen voor Een” (Satu untuk Semua Negeri Belanda, tempat pengasingan mereka. Bapak Muhammadiyah Kiai Haji Dahlan bersama istri
22
tetapi juga Semua untuk Satu) yang dimuat di harian De Express edisi bulan Juli 1913. hadir pada malam itu. Keduanya sangat terharu. Soewardi berangkat ke Belanda bersama istrinya naik
18
kapal Bungalow milik maskapai pelayaran Jerman pada pada tanggal 6 September 1913.
Soewardi menganjurkan pembentukan “Panitia Nasional” untuk bangsa Indonesia dengan maksud
agar pada hari perayaan Kemerdekaan Nederland itu panitia mengirim telegram pernyataan selamat Setibanya di tanah pengasingan yang harus dilakukan pertama-tama oleh Soewardi dan istrinya adalah
kepada Ratu Belanda dengan disertai permohonan agar artikel 111 Peraturan Pemerintah dibatalkan menyesuaikan diri dengan iklim dan lingkungan tempat tinggal baru. Di daerah tropis orang pada
dan segera dibentuk parlemen. Dalam membela rakyatnya Soewardi menulis “bukan saja tidak umumnya tidak memusingkan pakaian untuk musim panas atau musim hujan. Tidak demikian halnya
adil, tetapi sangat tidak patut, apabila penduduk bumiputera disuruh menyumbang uang untuk di negeri dingin. Setiap orang harus memiliki baju, mantel, dan alat perlengkapan, seperti sepatu,
membelanjai perayaan itu. Tidak hanya diminta untuk ikut berpesta, tetapi juga hendak dikosongkan sarung tangan, topi, dan kain leher khusus untuk musim dingin. Selain itu juga harus tersedia beberapa
kantongnya”. Menurut Soewardi sungguh suatu penghinaan lahir dan batin. Sementara itu Tjipto selimut tebal untuk keperluan tidur, di samping alat pemanas di rumah. Cara mengatur rumah juga
19
23
Mangoenkoesoemo menulis artikel “Kracht of Vrees?” (Kekuatan atau Ketakutan?). harus disesuaikan dengan lingkungan dan keadaan baru. Di tanah pengasingan Soewardi dan dua
orang kawan seperjuangannya hidup dengan biaya yang sangat terbatas. Pemerintah Belanda memberi
Akibat kritik tajam itu Soewardi dan Tjipto Mangoenkoesoemo diasingkan oleh pemerintah kolonial
bantuan namun sangat terbatas karena mereka menolak keputusan sebelumnya. Bantuan lain diterima
dari Indonesia yang dikirim oleh “Dana TADO”, yakni dana dari perkumpulan Nationaal Indiesche
14 Ibid., hlm. 37-38.
Partij (NIP), partai baru yang menampung bekas anggota IP. Pengumpulan dana tersebut dimaksudkan
15 Ibid., hlm. 38-39.
16 Ibid., hlm. 39-40. 20 Suhartono Wiryopranoto, dkk., Op.Cit. Hlm. 152.
17 Ibid., hlm. 43. 21 Ibid., hlm. 153.
18 Ibid., hlm. 115. 22 Darsiti Soeratman, Op.Cit., hlm. 46.
19 Ibid., hlm. 44-45. 23 Ibid., hlm. 51.
22 MENTERI PENDIDIKAN DAN KEBUDAYAAN REPUBLIK INDONESIA 1945-2018 MENTERI PENDIDIKAN DAN KEBUDAYAAN REPUBLIK INDONESIA 1945-2018 23