Page 33 - Menteri Pendidikan dan Kebudayaan Compile 18 Januari 2019
P. 33

Dari kiri ke
 kanan: Dr. Tjipto
 Mangunkusumo,
 Dr. E.F.E. Douwes
 Dekker dan
 Ki Hadjar Dewantara
 (Sumber:
 Perpustakaan   DUNIA PERGERAKAN
 Nasional Republik
 Indonesia)
               Setelah keluar dari STOVIA, Soewardi sempat bekerja sebagai analis di laboratorium Pabrik Gula
               Kalibagor, Banyumas,  sebelum akhirnya kembali ke Yogyakarta dan bekerja di sebuah apotik.
                                   11
                                                                                                         12
               Ia tidak terlalu lama tinggal di Yogyakarta karena kemudian pindah ke Bandung pada tahun 1912.
               Ketertarikannya terhadap pers mengantarkannya bekerja sebagai anggota redaksi harian De Express
               pimpinan E.F.E. Douwes Dekker dan ikut membantu Oetosan Hindia pimpinan H.O.S. Tjokroaminoto.
               Selain di kedua harian tersebut, Soewardi juga aktif di beberapa surat kabar, seperti Sedjatama, harian
               Kaoem Moeda, Midden Java, S.I. Soerabaija, Tjahaja Timoer (Malang), dan Het Tijdschrift (Bandung).

               Selain jurnalistik Soewardi juga aktif dalam organisasi politik, bahkan sejak tahun 1908 ia menjadi
               anggota Boedi Oetomo. Ia juga menjadi Ketua Sarekat Islam (SI) cabang Bandung.

               Perkenalan pertama kali Soewardi Soerjaningrat dengan Douwes Dekker berlangsung sekitar tahun
               1908. Pada waktu itu Douwes Dekker menjadi redaktur Bataviasche Nieuwsblad yang dipimpin oleh
               Zaalberg. Douwes Dekker, nama lengkapnya Ernest Francois Eugene Douwes Dekker, adalah seorang
               jurnalis yang cakap. Pada tahun 1902, ketika kembali ke Indonesia dari tempat pembuangannya di Sailan
               (ia diasingkan oleh Inggris karena ikut Perang Bur di Afrika Selatan melawan Inggris) ia diterima menjadi
               koresponden surat kabar De Locomotief. Ia Kemudian pindah ke Harian Soerabaijasch Handelsblad dan
               sesudah itu pindah ke harian Bataviasche Nieuwsblad. Douwes Dekker dan Zaalberg sama-sama orang
               indo, tetapi sikap mereka terhadap bangsa Indonesia sangat berbeda. Zaalberg merendahkan bangsa
               Indonesia, sedangkan Douwes Dekker membela kepentingan bangsa Indonesia. Sebagai redaktur yang
               mempunyai wibawa  terhadap atasannya, Zaalberg, Douwes  Dekker dapat memasukkan beberapa
               pembantu dari bangsa Indonesia, di antaranya Suryopranoto, Cokrodirjo, Cipto Mangunkusumo,
               dan Gunawan Mangunkusumo. Dengan demikian harian tersebut sering memuat tulisan-tulisan yang
               mempropagandakan cita-cita kebangsaan, yang pada waktu itu sedang tumbuh dengan hebat. Soewardi
               menyebut bahwa “infiltrasi” yang amat efektif ini berkat jasa pertama kawannya, Douwes Dekker,
               sebagai “pelopor” pergerakan nasional.

               Dalam waktu satu tahun kemudian tersiarlah cita-cita kebangsaan bangsa Indonesia di kalangan orang-
               orang Belanda yang terkemuka baik di lingkungan pemerintah maupun masyarakat Hindia Belanda.
               Karena dianggap berbahaya untuk keamanan orang-orang Belanda, direksi memecat Douwes Dekker
               dari jabatannya sebagai redaktur Bataviaasch Nieuwesblad. Meskipun demikian Douwes Dekker tidak
               berhenti bekerja untuk mencapai cita-citanya. Ia menerbitkan majalah Het Tijdschrif, yang cukup tersiar
               dan terbaca oleh kaum cendekiawan bangsa Indonesia. Soewardi yang pada waktu itu menjadi Ketua
               SI cabang Bandung sangat tertarik pada kegiatan Douwes Dekker. Bersama pemimpin-pemimpin lain
               yang berjiwa nasionalis dan revolusioner ia menjadi pembantu tetap majalah tersebut. Kemudian ia ikut
               mengasuh Harian De Express, sedang dr. Cipto Mangunkusumo menjadi anggota sidang pengarang. 13

               Soewardi, yang kemudian bergabung dalam kelompok Douwes Dekker, menambah kekuatan untuk
               mencapai cita-cita. Douwes Dekker merasa mendapat keuntungan besar karena kawan-kawannya yang
               baru tersebut berotak tajam, serta teguh pendirian dan keyakinan. Dalam gelanggang perjuangan tiga
               pimpinan itu, yaitu Douwes Dekker, Soewardi Soerjaningrat, dan dr. Cipto mangunkusumo, bekerja
               bahu-membahu. Mereka juga disebut janget kinatelon ‘tiga serangkai’. Sesudah aliran nasionalisme dan
               revolusioner disiarkan melalui Het Tijdschrift dan De Expres serta dapat memasuki alam pikiran dan
               perasaan bangsa Indonesia, maka pada tanggal 6 September 1912 didirikanlah Indiesche Partij (IP).


               11    Ibid., hlm. 151.
               12    Linda Sunarti, dkk., Tokoh Indonesia Teladan Buku Kesatu, Jakarta: Kementrian Dalam Negeri RI, 2017, 114.
               13    Darsiti Soeratman, Op.Cit., hlm. 36-37.




 20  MENTERI PENDIDIKAN DAN KEBUDAYAAN REPUBLIK INDONESIA 1945-2018  MENTERI PENDIDIKAN DAN KEBUDAYAAN REPUBLIK INDONESIA 1945-2018  21
   28   29   30   31   32   33   34   35   36   37   38