Page 34 - Menteri Pendidikan dan Kebudayaan Compile 18 Januari 2019
P. 34

Ki Hadjar
                                                                                                                                                                                                                                                                Dewantara pada
                                                                                                                                                                                                                                                                masa pembuangan.
                                                                                                                                                                                                                                                                Ia menjalani
                                                                                                                                                                                                                                                                pembuangan dari
                                                                                                                                                                                                                                                                tahun 1913-1919
                                                                                                                                                                                                                                                                (Sumber: Biro
                                           Sejak lahir partai ini secara langsung memperkenalkan diri sebagai “partai politik” yang berhaluan                                                                                                                   Umum, Sekretariat
                                           kebangsaan, kerakyatan, dan kemerdekaan.  Dalam memperjuangkan cita-citanya, yakni Indonesia                                                                                                                         Jenderal,
                                                                                   14
                                                                                                                                                                                                                                                                Kementerian
                                           Merdeka Berdaulat, ketiga pemimpin tersebut bersemboyan rawe-rawe rantas, malang-malang putung.                                                                                                                      Pendidikan dan
                                                                                                                                                                                                                                                                Kebudayaan)
                                           Keanggotaan IP tidak memedulikan kebangsaan. Asal mengakui Indonesia sebagai negara dan tanah
                                           air, orang dapat masuk menjadi anggota IP. Dasar pemersatu bagi IP adalah penderitaan bersama di
                                           bawah kolonial. 15

                                           Manuver IP mengkhawatirkan pemerintah kolonial Belanda karena tujuan IP mencapai kemerdekaan
                                           Hindia Belanda dari Belanda. Oleh karena itu pada tanggal 31 Maret 1913 pucuk pimpinan IP mengambil
                                           keputusan untuk menyelamatkan anggota-anggotanya dengan membubarkan IP dan menganjurkan agar
                                           seluruh anggotanya pindah ke Insulinde pimpinan Douwe Dekker. Dengan jalan demikian IP tetap
                                           ada, tetapi dengan pakaian lain. Sementara itu Douwes Dekker berpendapat dibutuhkan organisasi
                                           nasional yang harus berjuang untuk mencapai persamaan derajat bagi seluruh bangsa Hindia Belanda
                                           dan persiapan-persiapan yang nyata untuk kemerdekaan bangsa dan tanah air.

                                           Pada awal Juli 1913 Cipto Mangunkusumo dan Soewardi Soerjaningrat mendirikan Komite Boemiputera
                                           sebagai tandingan Komite Perayaan 100 Tahun Kemerdekaan Belanda, yang dimaksudkan untuk                                Belanda. Soewardi ditahan di Bangka, sedang Tjipto Mangoenkoesoemo ditahan di Banda Neira.
                                           menampung  isi hati rakyat  yang  memprotes  penyelenggaraan  perayaan  memperingati  satu  abad                       Sementara itu Douwes Dekker diasingkan ke Kupang sesuai dengan Keputusan Pemerintah Hindia
                                           kemerdekaan Kerajaan Belanda. Peringatan akan dirayakan baik di Negeri Belanda maupun di tanah                         Belanda No. 2a tanggal 18 Agustus 1913. Douwes Dekker ditahan karena memuji tulisan teman-
                                           jajahan  dan puncaknya akan dilangsungkan pada tanggal 15 November 1913. Brosur pertama yang                           temannya  melalui artikel “Onze Helden, Tjipto Mangoenkoesoemo en R.M. Soewardi Soerjaningrat”
                                                 16
                                           dikeluarkan oleh Komite berupa karangan Soewardi Soerjaningrat berjudul “Als Ik een Nederlander                        (Pahlawan-pahlawan kita, Tjipto Mangunkusumo dan R.M. Soewardi Soerjaningrat). Akhirnya mereka
                                           was” (Seandainya Saya Orang Belanda). Pada bagian akhir tulisan tersebut Soewardi memberi gambaran                     dipindahkan ke Belanda. 20
                                           segi-segi negatif tindakan ikut merayakan hari Kemerdekaan Belanda bagi Bangsa Indonesia. Ia menulis
                                           bahwa perayaan itu sedikit pun tidak ada manfaatnya bagi bangsa Indonesia. 17                                          Pada saat sidang pengadilan dan vonis dijatuhkan, Soerjaningrat hadir. Begitu sidang ditutup, Soewardi
                                                                                                                                                                  menghampiri ayahandanya. Sesaat Soerjaningrat mengulurkan tangannya seraya berkata, “Aku bangga
                                           Bahwa niat perayaan itu mengingatkan kepada rakyat: selama Idenburg menjabat sebagai wali negara,                      atas perjuanganmu. Terimalah doa dan restu Bapak. Ingat, seorang kesatria tidak akan menjilat ludahnya
                                                                                                                                                                          21
                                           Negeri Belanda tidak akan memberi kemerdekaan kepada Indonesia.                                                        kembali.”  Pada saat itu Soewardi pengantin baru; meskipun sudah menikah, tetapi belum diresmikan
                                                                                                                                                                  di depan masyarakat. Peresmian terpaksa tidak dilaksanakan karena Soewardi dan istri harus segera
                                           Hajat perayaan itu memberi pengajaran kepada kita, bahwa tiap-tiap orang wajib memperingati hari                       meninggalkan tanah air. Pada malam hari sebelum mereka berangkat diadakan pergelaran wayang kulit
                                           pernyataan kemerdekaan rakyatnya dengan sekhitmad-khitmadnya.
                                                                                                                                                                  untuk  menghormati  keberangkatan  pemimpin-pemimpin  tersebut  bersama  dengan  keluarganya  di
                                           Soewardi juga menulis kritik melalui artikel “Een voor Allen, Maar ook Allen voor Een” (Satu untuk Semua               Negeri Belanda, tempat pengasingan mereka. Bapak Muhammadiyah Kiai Haji Dahlan bersama istri
                                                                                                                                                                                                            22
                                           tetapi juga Semua untuk Satu) yang dimuat di harian De Express edisi bulan Juli 1913.                                  hadir pada malam itu. Keduanya sangat terharu.  Soewardi berangkat ke Belanda bersama istrinya naik
                                                                                                                      18
                                                                                                                                                                  kapal Bungalow milik maskapai pelayaran Jerman pada pada tanggal 6 September 1913.
                                           Soewardi menganjurkan pembentukan “Panitia Nasional” untuk bangsa Indonesia dengan maksud
                                           agar pada hari perayaan Kemerdekaan Nederland itu panitia mengirim telegram pernyataan selamat                         Setibanya di tanah pengasingan yang harus dilakukan pertama-tama oleh Soewardi dan istrinya adalah
                                           kepada Ratu Belanda dengan disertai permohonan agar artikel 111 Peraturan Pemerintah dibatalkan                        menyesuaikan diri dengan iklim dan lingkungan tempat tinggal baru. Di daerah tropis orang pada
                                           dan segera dibentuk parlemen. Dalam membela rakyatnya Soewardi menulis “bukan saja tidak                               umumnya tidak memusingkan pakaian untuk musim panas atau musim hujan. Tidak demikian halnya
                                           adil,  tetapi  sangat  tidak  patut,  apabila  penduduk  bumiputera  disuruh  menyumbang  uang  untuk                  di negeri dingin. Setiap  orang  harus  memiliki baju, mantel,  dan  alat  perlengkapan, seperti sepatu,
                                           membelanjai perayaan itu. Tidak hanya diminta untuk ikut berpesta, tetapi juga hendak dikosongkan                      sarung tangan, topi, dan kain leher khusus untuk musim dingin. Selain itu juga harus tersedia beberapa
                                           kantongnya”. Menurut Soewardi sungguh suatu penghinaan lahir dan batin.  Sementara itu Tjipto                          selimut tebal untuk keperluan tidur, di samping alat pemanas di rumah. Cara mengatur rumah juga
                                                                                                                19
                                                                                                                                                                                                                     23
                                           Mangoenkoesoemo menulis artikel “Kracht of Vrees?” (Kekuatan atau Ketakutan?).                                         harus disesuaikan dengan lingkungan dan keadaan baru.  Di tanah pengasingan Soewardi dan dua
                                                                                                                                                                  orang kawan seperjuangannya hidup dengan biaya yang sangat terbatas. Pemerintah Belanda memberi
                                           Akibat kritik tajam itu Soewardi dan Tjipto Mangoenkoesoemo diasingkan oleh pemerintah kolonial
                                                                                                                                                                  bantuan namun sangat terbatas karena mereka menolak keputusan sebelumnya. Bantuan lain diterima
                                                                                                                                                                  dari Indonesia yang dikirim oleh “Dana TADO”, yakni dana dari perkumpulan Nationaal Indiesche
                                           14    Ibid., hlm. 37-38.
                                                                                                                                                                  Partij (NIP), partai baru yang menampung bekas anggota IP. Pengumpulan dana tersebut dimaksudkan
                                           15    Ibid., hlm. 38-39.
                                           16    Ibid., hlm. 39-40.                                                                                               20    Suhartono Wiryopranoto, dkk., Op.Cit. Hlm. 152.

                                           17    Ibid., hlm. 43.                                                                                                  21    Ibid., hlm. 153.
                                           18    Ibid., hlm. 115.                                                                                                 22    Darsiti Soeratman, Op.Cit., hlm. 46.
                                           19    Ibid., hlm. 44-45.                                                                                               23    Ibid., hlm. 51.




                             22   MENTERI PENDIDIKAN DAN KEBUDAYAAN REPUBLIK INDONESIA 1945-2018                                                                                                             MENTERI PENDIDIKAN DAN KEBUDAYAAN REPUBLIK INDONESIA 1945-2018  23
   29   30   31   32   33   34   35   36   37   38   39