Page 349 - Menteri Pendidikan dan Kebudayaan Compile 18 Januari 2019
P. 349

Perletakan
                                                                                                             Batu Pertama
                                                                                                             Pembangunan
                                                                                                             Gedung Kantor
                                                                                                             Wilayah
                                                                                                             Departemen P&K
                                                                                                             DKI Jakarta oleh
 Untuk anak-anak yang putus sekolah dan tidak mampu—atau tidak ingin bersekolah secara resmi                 Menteri P & K
                                                                                                             Syarif Thayeb dan
 lagi—disediakan pendidikan luar sekolah, yang dilaksanakan dalam berbagai paket kursus kilat dan            Gubernur Ali Sadikin
 pelatihan yang disesuaikan dengan kebutuhan lingkungan. Lembaga yang khusus diserahi tanggung               pada tanggal 14
                                                                                                             Desember 1976
 jawab menyelenggarakan pendidikan ini Pusat Pelatihan Pendidikan Masyarakat (PPLM). Tujuan utama            (Sumber:
 pendidikan corak ini adalah memberikan berbagai keterampilan yang dibutuhkan oleh peserta didik             Pepustakaan
                                                                                                             Nasional Republik
 untuk terjun ke tengah masyarakat. Kegiatan ini terbuka bagi setiap anggota masyarakat yang ingin           Indonesia)
 menambah keterampilan atau kepada mereka yang belum pernah mendapat kesempatan mengenyam
 pendidikan formal. 10

 Kebijakan lain yang dijalankan Syarif Thayeb adalah penyempurnaan Kurikulum 1968 dengan Kurikulum
 1975, karena Kurikulum 1968 dirasa tidak mampu lagi menjawab tantangan zaman akibat berbagai
 perubahan yang terjadi akibatnya lajunya pembangunan nasional. Hal ini disebabkan, antara lain, oleh
 setidaknya lima faktor utama, yakni 1) selama Pelita I, yang dimulai pada tahun 1969, telah timbul banyak
 gagasan baru tentang pelaksanaan sistem pendidikan nasional; 2) adanya kebijaksanaan pemerintah di
 bidang pendidikan nasional yang digariskan dalam GBHN yang antara lain berbunyi “Mengejar ketinggalan
 di bidang ilmu pengetahuan dan teknologi untuk mempercepat lajunya pembangunan”; 3) adanya hasil
 analisis dan penilaian pendidikan nasional oleh Departemen P dan K yang mendorong pemerintah
 meninjau kebijaksanaan pendidikan nasional; 4) adanya inovasi dalam sistem belajar-mengajar yang
 dianggap lebih efisien dan efektif; 5) keluhan masyarakat tentang mutu lulusan pendidikan.

 Prinsip  pelaksanaan  Kurikulum  1975  antara  lain  berorientasi pada  tujuan, menganut  pendekatan
 integratif dalam arti bahwa setiap pelajaran memiliki makna dan peran yang menunjang pada tercapainya
 tujuan-tujuan  yang  lebih  integratif,  menekankan  pada  efisiensi  dan  efektivitas  dalam  hal  daya  dan
 waktu, serta menganut pendekatan sistem instruksional yang dikenal dengan Prosedur Pengembangan
 Sistem Instruksional (PPSI). Sistem yang senantiasa mengarah pada tercapainya tujuan yang spesifik
 dapat diukur dan dirumuskan dalam bentuk tingkah laku siswa, dipengaruhi psikologi tingkah laku
 dengan  menekankan  pada  stimulus  respon  (rangsang-jawab) dan  latihan  (drill). Pembelajaran  lebih
 banyak menggunaan teori behaviorisme, yakni memandang keberhasilan dalam belajar ditentukan oleh
 lingkungan dengan stimulus dari luar, dalam hal ini sekolah dan guru.

 Ada sembilan mata  pelajaran  yang  ditentukan dalam  kurikulum ini, yaitu 1) Pendidikan  agama, 2)
 Pendidikan Moral Pancasila, 3) Bahasa Indonesia, 4) Ilmu Pengetahuan Sosial (IPS); 5) Matematika; 6)
 Ilmu Pengetahuan Alam (IPA); 7) Olah raga dan kesehatan; 8) Kesenian; 9) Keterampilan khusus.

 Untuk mendukung  pelaksanaan Kurikulum 1975 maka  pada  tahun ajaran 1975/1976 pemerintah
 menyiapkan (mencetak) sebanyak 318.250 buku dan untuk tahun ajaran 1977/1978 disediakan 30.000
 naskah dengan jumlah halaman dalam kisaran 180 halaman tiap buku.

 Tidak hanya dalam pendidikan dasar dan menengah (lanjutan), Syarif Thayeb juga menaruh perhatian
 besar bagi pendidikan tinggi. Sehubungan dengan itu, sekitar satu tahun setelah dilantik menjadi
 menteri, Syarif Thayeb membentuk Direktorat Jenderal Pendidikan Tinggi di kementeriannya. Tugas
 pokok lembaga yang dibentuk berdasarkan Keputusan Menteri P dan K Nomor 0140/U/1975 tanggal
 12 Juli 1975 ini adalah menangani dan membina bidang akademik, penelitian dan pengabdian pada
 masyarakat, perguruan tinggi negeri dan swasta, serta kemahasiswaan. Seperti disebut pada bagian
 lain buku ini, sejak tahun 1961 pengelolaan pendidikan tinggi diurus oleh suatu kementerian khusus
 yang dinamakan Departemen Perguruan tinggi dan Ilmu Pengetahuan (Departemen PTIP). Keberadaan
 Departemen PTIP menyebabkan penanganan pendidikan tinggi terpisah dengan urusan pendidikan
 dasar dan menengah, namun memasuki tahun 1974 pengelolaan pendidikan tinggi menyatu kembali
 dalam Departemen P dan K dan pada tahun 1975 berdasarkan keputusan Mendikbud dibentuk secara
 resmi Direktorat Jenderal Pendidikan Tinggi (Dirjen Dikti).




 336  MENTERI PENDIDIKAN DAN KEBUDAYAAN REPUBLIK INDONESIA 1945-2018  MENTERI PENDIDIKAN DAN KEBUDAYAAN REPUBLIK INDONESIA 1945-2018  337
   344   345   346   347   348   349   350   351   352   353   354