Page 186 - Dr. Abdul Rasyid Ridho, M.A
P. 186
Dari kedua penafsiran tersebut, Nampak
berbeda dengan pandangan Syahru>r, yaitu bahwa
manna dan salwa masuk dalam perspektif kognitif
manusia sehingga mengindikasikan bahwa
keduanya bisa dimakan, oleh karenanya ayat ini
kemudian langsung disambung dengan ayat “kulu>
min thayyiba>t ma> razaqna>kum” dan
penyambungan ini masih dalam satu ayat bukan
beda ayat. Dalam artian ketika berada dalam satu
ayat, maka kemudian dia menjadi satu kesatuan
yang utuh, dalam kasus ini maka mereka dengan
lafaz} anzalna langsung mengetahui bahwa apa
yang diberikan itu berupa makanan. Kemudian
untuk contoh lafaz} tanzi>l, Syahru>r menggunakan
ayat:
َ َ
ِ روُّطلا َ بِناَج ْمُكاَنْدَعا َ و َ و ْمُك ِّ وُدَع ْ نِم ْمُكاَنْيَجْنأ ْدق َليِئا َ رْسِإ يِنَب اَي
ِ
َ
ٰ ٌ ى َ وْلهسلا َ و هنَمْلا ُ مُكْيَلَع اَنْلهزَن َ و َنَمْي ْ لْا
“Hai Bani Israil, Sesungguhnya Kami telah
menyelamatkan kamu sekalian dari musuhmu,
dan Kami telah Mengadakan Perjanjian dengan
kamu sekalian (untuk munajat) di sebelah kanan
gunung itu dan Kami telah menurunkan kepada
kamu sekalian manna dan salwa.”(Tha>ha>/20:80).
ْ
ْ
َ
ۖ يِبَضَغ ْمُكْيَلَع هل ِ حَيف ِهيِف ا ْ وَغطَت َ لْ َ و ْمُكاَنقَز َ ر اَم ِتاَبِِّي َ ط ْ نِم اوُلُك
َ
ٰ ى َ وَه ْدَقف يِبَضَغ ِهْيَلَع ْلِلْحَي ْ نَم َ و
"Makanlah di antara rezki yang baik yang
172