Page 26 - ANAK KOS DODOL
P. 26

Hari H aku dan ine naik truk tentara dari Djokdja melewati jalanan berbatu selama berjam-jam
               hingga badan jumpalitan kayak menari hip-hop. Hiks, hiks. Penuh penderitaan. Rasanya, pulang
               nanti aku perlu turun mesin deh. Rontok semua. Sampai di kaki gunung, kami pun menginap
               semalam di sebuah dusun untuk beristirahat, mengumpulkan tenaga untuk pendakian besok.




               Subhanallah, rruuuuaaaar biasaaaa... Pemandangan dusun!

               Segar  sekali  menghirup  udara  nan  bebas  polusi.  Juga  mata  dimanjakan  dengan  hijaunya
               perkebunan  teh  yang  terhampar  mengelilingi  kami.  Kabut  turun  perlahan  menambah  suasana
               syahdu.



               Belum lagi penduduk dusun sangat ramah dan bersahaja membuat kami betah ngobrol dalam
               bahasa jawa *sebenarnya sih aku sok manggut-manggut tapi nggak ngerti! Ah, tak menyesal deh
               ikutan acara ini. Pikirku ceria!. Hehehe, aku terlalu cepat senang.


               Begitu  malam  tiba,  siksaan  sesungguhnya  datang.  Dingin  tak  tertahankan.  Kantung  tidur,
               beberapa lapis baju, celana, sarung dan selimut tak mampu mengusir hawa dingin menggigit.
               Aku  menggigil  dan  susah  tidur.  Tadinya,  grup  cewek  susah  berbaur  dan  tidur  berkelompok
               menurut  geng  masing-masing.  Kini  semua  tak  sadar  tidur  bertumpukan  bak  sarden  di  lantai
               semen  untuk  berbagi  kehangatan.  Bahkan  saking  dinginnya,  perang  kentut  (maaf)  terdengar
               gencar sepanjang malam. Hiiy....



               Esoknya pendakian dimulai. Aku berada di kelompok paling depan dan tentu saja yang pertama
               berangkat.  Wah,  semangat  deh  menikmati  suasana  asri  sepanjang  pendakian.  Sambil  jalan
               sempat  juga  kepikiran.  Asyik  juga  ya  kalau  ada  tukang  jualan,  sambil  mendaki  sambil
               menyantap  batagor  atau  soto  kudus.  Nyam-nyam.  Hmm,  di  puncak  nanti  ada  tukang  bakso
               mangkal nggak ya? Hihi.



               Tetapi  setelah  melewati  beberapa  base,  jalanan  semakin  curam  dan  menanjak.  Aku  mulai
               kepayahan  dan  berpegangan  pada  ine.  Anak  wonogiri  itu  puas  sekali  dapat  bahan  ledekan
               sepanjang jalan. ''katanya kuat... Katanya...'' hiks! Mataku berkunan-kunan. Untuk melangkahkan
               kaki rasanya berat sekali. Sempat juga misuh-misuh dalam hati. ''duhhh.. Biyuuuung... Ngapain
               juga sih gue ikutan! Kayak kurang kerjaan aka naik-naik gini di pincak juga nggak ada apa-apa,
               kapoookk....
   21   22   23   24   25   26   27   28   29   30   31