Page 31 - MODUL FIQIH PPG 2021
P. 31
Dari penjelasan hadits di atas, dapat diambil kesimpulan bahwa kebolehan hukum nikah
mut’ah itu telah dinasakh (dihapus hukumnya) oleh keharamnnya. Dengan demikian hukum
yang berlaku sejak terjadinya penghapusan sampai sekarang dan seterusnya adalah keharaman
nikah mut’ah.
Di kalangan sahabat orang yang secara tegas mengharamkan nikah mut’ah adalah Umar
bin Khattab, dengan lantang beliau melarang nikah mut’ah serta mengancam hukuman bagi
pelakunya.
Kemudian timbul pertanyaan, apakah keharaman nikah mut’ah ini sudah mutlak tanpa
ada pengecualian seperti haramnya menikahi ibu dan anak kandung perempuan? Apakah
keharamannya seperti keharaman minum khamar, darah dan daging babi yang diperbolehkan
ketika dalam keadaan darurat? Jawabannya adalah menurut jumhur sahabat dan ulama bahwa
keharaman nikah mut’ah adalah mutlak tanpa ada pengecualian meski dalam kondisi darurat.
Pendapat ini diperkuat oleh fatwa Majelis Ulama Indonesia yang secara tegas memutuskan
bahwa hukum nikah itu haram karena selain dadasari oleh dalil yang kuat, selain nikah ini juga
bertentangan dengan tujuan pensyariatan pernikahan.
Nikah Mut’ah Masa Kini
Seperti telah dikemukakan di awal, nikah mut’ah saat ini masih banyak dilakukan oleh
sebagaian masyarakat meski mendapat protes yang cukup keras juga. Kecenderungan itu
muncul karena dirasakan mudah untuk dilakukan pada zaman di mana orang banyak berfikir
pragmatis. Selain jika dilihat dari tabiatnya bahwa salah satu kesamaan manusia masa lampau
dengan masa kini di antaranya adalah masalah nafsu seks. Ternyata dengan dalih yang sama,
di masa sekarang ini praktek nikah mut’ah ini terjadi lagi dan bahkan ada yang melegalkan
kembali seperti yang ditetapakan oleh kelompok syiah.
Nampaknya alasan yang dikemukakan oleh orang yang membolehkan nikah mut’ah di
atas sangatlah lemah dan sama sekali tidak mempertimbangkan aspek tujuan dari sebuah
pernikahan yang sesungguhnya. Dengan demikian penghalalan nikah mut’ah pada masa
sekarang ini dapat dikatakan bathil dan sangat mudah untuk ditolak baik secara aqli maupun
naqli:
1. Islam menetapkan pernikahan sebagai ikatan perjanjian yang kuat. Yang dibangun atas
landasan motivasi untuk hubungan yang kekal yang akan menumbuhkan cinta, kasih
sayang dan ketentraman batin serta menciptakan keturunan yang langgeng. Sedangkan
dalam nikah mut’ah (kontrak) perkawinan tidak bersifat kekal, tapi dibatasi oleh waktu
14

