Page 29 - MODUL FIQIH PPG 2021
P. 29
banyak dilakukan oleh orang yang tinggal jauh dari isterinya karena memenuhi tugas kerja
misalnya, bahkan tak luput pelakunya adalah pemuda dan mahasiswa, berikut ini akan
dijelaskan duduk masalahnya.
Kata mut’ah ( ة َعْتُم), berasal dari bahasa Arab yang mempunyai arti antara lain bekal
yang sedikit dan barang yang menyenangkan. Pengertian ini sejalan dengan kata mut’ah yang
terdapat dalam al-Quran yang berarti bercampur (bersenang-senang bersama istri dengan
bersenggama) dan pemberian yang menyenangkan oleh suami kepada isterinya yang dicerai.
Firman Allah swt:
ِ
ِ
ِ
ِ
َّ
ىَ لعو ردق ِ ع سومْ لا ىَ ل ع نهوعتمو ة ضيِ رف نَ او ِِ رف ت وَأ نهو سل َ لَ ام ءا سنلا متقلَ ط نإ مُ كيَ لع حانل َ لَ
ْ
ْ ُ ُْ ََ
ََ
ُ ُِ ً َ َ َّ
َ َّ
ِ ُْ
َّ
ُ َْ
َ
ُ
َ َ ُ
ََ
ُ
ْ ْ َ َ ُ
ْ َ َ َ
ُ
ِ
ِِ
ِِ
ِ
ََ
ْ
) 632 ( يننسحمْ لا ىَ لع اا قح ورعمْ لبا اعاتم هردق تقمْ لا
َ
َ َ
ُْ َ
ً ََ ُُ
ْ ُ
ُ
Artinya: “Tidak ada kewajiban membayar (mahar) atas kamu, jika kamu menceraikan
isteri-isterimu sebelum kamu bercampur dengan mereka dan sebelum kamu menentukan
maharnya. Dan hendaklah kamu berikan suatu mut`ah (pemberian) kepada mereka. Orang
yang mampu menurut kemampuannya dan orang yang miskin menurut kemampuannya
(pula), yaitu pemberian menurut yang patut. Yang demikian itu merupakan ketentuan bagi
orang-orang yang berbuat kebajikan.” (QS. Al-Baqarah: 236)
Yusuf Qardhawi memberikan pengertian nikah mut’ah secara terminologi, yaitu
seorang laki-laki mengikat (menikahi) seorang perempuan untuk waktu yang ditentukan
dengan imbalan uang yang tertentu pula. Di Indonesia, kawin mut’ah ini popular dengan
sebutan kawin kontrak.
Uraian di atas memeberikan gambaran cukup jelas tentang nikah mut’ah. Bahwa
tidaklah nikah mut’ah itu dilakukan, kecuali kecenderungan seseorang untuk memenuhi
kebutuhan seksual, berakhir tanpa talaq karena secara otomatis jika sudah habis waktu kontrak
yang telah ditentukan maka berakhirlah riwayat pernikahan itu. Dilihat dari penetapan
pembatasan waktu (ta’qit) tersebut, pernikahan semacam itu bertentangan dengan syariat
Islam yang mmenghendaki pernikahan itu tidak terbatas oleh waktu.
Diakui, bahwa nikah mut’ah pada zaman Nabi diperbolehkan namun tidak berlaku
untuk semua orang hanya untuk orang tertentu dikarenakan terdapat suatu kondisi yang sangat
mendesak.
Menurut Yusuf Qardhawi, rahasia diperbolehkan nikah mut’ah pertama kali pada
zaman Nabi, karena umat ketika itu berada pada “masa transisi” dari dunia Jahiliyah ke dunia
Islam. Di mana pada zaman Jahiliyah, perzinahan merupakan budaya yang sudah menyebar
luas. Ketika Islam mewajibkan kepada kaum untuk pergi berjihad, mereka merasakan sangat
berat tinggal jauh dengan isteri-isteri mereka. Di antara kaum yang ikut berijihad dengan
12