Page 60 - E - MODUL STUDI AGAMA KONTEMPORER
P. 60
perempuan dan laki-laki oleh struktur sosial yang tidak adil. Oleh karena
itu, intelektusl libersl radikal, dengan meminjam istilah dari kaum feminis
mempopulerkan idiom personal is political. Meskipun bukan satu-satunya
prinsip yang dijadikan pegangan oleh intelektual liberal radikal, idiom ini
telah turut membantu memberikan proses penyadaran pada masyarakat agar
54
berperan serta dam melakukan kegiatan kemanusiaan.
Dibidang teologi, kelompok muslim liberal radikal sebagian besar
mengikuti mahzab teologi pembebasan. Teologi pembebasan yang memakai
paradigm sosial konflik atau Marxian diadopsi dengan beberapa modifikasi.
Pola relasi materialis dan ekonomi menurut pemahaman ini bahwa basis
materialis adalah fondasi masyarakat yang mendasari seluruh hukum,
moral, agama,polotik dan institusi politik kemasyarakatan yang disebut
sebagai superstruktur. Superstruktur akan menjadi tidak adil dalam
implementasinya ketika ada bias-bias dalam memahami superstruktur
sebagai bagian dari otoritas salah satu kelompok dalam masyarakat.
Kelompok tersebutyang dianggap memiliki otoritas, seperti ahli agama,
kiai, fuqiha dan mutakalimin. Pemahaman mereka tidak jarang dimutlakkan
sehingga otoritas yang mereka punya tidak bukan membebaskan, melainkan
manjadi otoriter karena pendapatnya sering dipaksakan untuk diterima oleh
55
kelompok lain yang dianggap tidak memiliki otoritas.
Karakteristik yang dimiliki kaum intelektual muslim liberal dalam
menyikapi norma agama islam umum tidak terlalu memperhatikan norma
keagamaan. Bagi mereka persoalan ibadah diserahkan setiap individu.
Beberapa feminis yang tergolong liberal radikal, tidak pernah menyebutkan
dirinya adalah Ruhaini Dzuyatin, budi Munawar Rachman, dan Nasruddin
Umar. Gagasan dan karya mereka selalu berupaya membongkar dominasi-
56
hegemoni laki-laki atas kaum perempuan dalam tafsir kitab suci.
54 Zuly Qodir, Islam Liberal, hlm.130
55 Zuly Qodir, Islam Liberal, hlm.131
56 Zuly Qodir, Islam Liberal, hlm.134
55