Page 59 - E - MODUL STUDI AGAMA KONTEMPORER
P. 59
adil dan bijak terhadap Soeharto yang telah bersikap baik terhadap islam
dan umatnya. Aktivis islampolitik bisa menampilkan diri sebagai kelompok
yang bisa diajak bekerja sama dengan kekuasaan, tanpa harus tercerabut dari
keislamannya dan terkooptasi oleh rezim. Hanya, harapan agar umat muslim
tidak terookptasi tampaknya bukan hal mudah sebab Soeharto dengan
kekuasaanya yang sangat kuat tetap menjaga otoritasnya dalam berpolitik
dan mengambil kebijakan birokrasi sehingga control dan aktivis ilsma
politik tetap bisa dilakukan dengan maksimal. Berdasarkan kenyataan
diatas, aktivis islam politik akhirnya bisa menerima konturksi Negara
nasional yang pernah mereka tolak pada tahun-tahun pembentukan Negara
dan awal tahun 1950-an. Perdebatan antara negara islam dan negara
sekunder tidak lagi menjadi bagian terpenting dari perbincangan umat islam
yang bisa dogolongkan sebegai generasi baru dalam politik Indonesia.
Gerakan perjuangan kelompok muslim liberal progresif terus
bergulirndikalangan muda pasca tahun 1980-an. Sejak itu muncul
kelompok-kelompok studi dilingkungan muslim perkotaan. Kelompok
mahasiswa yang aktif dalam sudi dan pergerakan kemudian mendirikan
pusat studi atau lembaga studi dengan tema-tema yang mereka usung dari
para pendahulunya. Seperti kelompok Formasi yang pernah digagas
Nircholis Masjid. Lembaga Kajian Islam dan Sosial di Yogyakarta yang
mengusung tema-tema yang dulu pernah digagas oleh Gus Dur. Formasi dan
LKis sedikit berbeda dalam aktivis dan keanggotaannya. Sebagian besa
anggota formasi adlah mahasiswa yang berafiliasi dengan organisasi
53
kemahasiswaan HMI, sementara LKis diisi oleh kalangan muda PMII.
2. Liberal-Radikal
Kaum intelekltual Muslim liberal radikal adalah mereka yang
berpenadangan bahwa ketidakadilan yang terjadi selama ini disebabkan
adalah struktur sosial yang timpang, baik yang dianut oleh negara maupun
individu. Ketimpangan sosial yang terjadi antara kaya dan msikin sera
53 Zuly Qodir, Islam Liberal, hlm.129
54