Page 118 - eBook Manajemen Pengantar_Neat
P. 118

c.  Task Culture, tim dibentuk untuk memecahkan masalah tertentu.
                       Kekuasaan berasal dari keahlian yang dimiliki seseorang selaam
                       tim membutuhkannya. Budaya ini  sering  muncul pada struktur
                       organisasi yang berbentuk matriks.
                  d.  Person Culture. Budaya ini  muncul ketika semua individu
                       percaya kalau diri mereka masing-masing adalah superior bagi
                       organisasi. Budaya ini diterapkan pada hubungan kemitraan
                       orang-orang profesional  yang memiliki keahlian tertentu bagi
                       organisasi, misalnya: untuk mengelola pencatatan keuangan yang
                       baik di organisasi perusahaaan melibatkan akuntan publik.
             3.  Edgar Schein
                  Edgar  Schein,  MIT  Sloan  School  of  Management  professor,
                  mendefinisikan budaya organisasi sebagai berikut:
                      “A pattern of shared basic assumptions that the group learned
                  as it solved its problems of external adaptation and internal inte-
                  gration, that has worked well enough to be considered valid and,
                  therefore, to be taught to new members as the correct way you per-
                  ceive, think, and feel in relation to those problems.”
                      Menurut Schein terdapat tiga level budaya yang telah di bahas di
                  atas, yaitu: artifak, nilai dan keyakinan, serta paradigma yang mendasar.
                  (lihat unsur-unsur budaya organisasi).
             4.  Arthur F Carmazzi
                  Carmazzi membagi budaya organisasi sebagai berikut:
                  a.     Blame culture. Budaya organisasi yang mengkultivasi ketidak-
                       percayaaan dan ketakutan, orang saling menyalahkan, akibatnya
                       tidak ada ide-ide  dan inisiatif baru dari individu yang muncul
                       untuk menghindari risiko menjadi “orang bersalah.”
                  b.  Multi-directional culture. Budaya yang mengkultivasi komuni-
                       kasi dan kerja sama lintas departemen yang minimal. Kesetiaan
                       hanya dibangun di dalam tim kerjanya sendiri. Setiap departemen
                       menjadi satu clique dan bersikap kritis pada departemen lain,
                       serta menciptakan banyak gosip. Kurangnya kerja sama  dan
                       multi-direksi (karena setiap tim memiliki pemimpin sendiri-
                       sendiri) menimbulkan inefisiensi bagi organisasi.
                  c.     Live and let live culture. Budaya puas diri sebagai refleksi
                       stagnasi mental dankreativitas yang rendah. Orang-orang tidak
                       memiliki visi masa depan untuk mendorong ketekunan dan kerja
                       keras, bekerja hanya sekedarnya saja, dengan tingkat kerja sama
                       dan komunikasi yang rata-rata (medium). Semangat menjadi





               Budaya Organisasi                                              107
   113   114   115   116   117   118   119   120   121   122   123