Page 408 - Gabungan
P. 408
merokok.
Suasana hening sejenak. Setelah menemani Bai Datou merokok,
Untung memandangnya yang sedang merenung:
"Tuan Bai! Kalau ini bukan hal yang baik, aku tidak akan
mendorongmu. Tuan Bai, ikuti saja keinginan kami! Demi Lani, demi
tiga anakmu, dan juga demi dirimu sendiri!" kata Untung dengan tulus.
"Oh, Untung, ikut aku sebentar. Rahmi, aku pergi dulu." Bai Datou
mengangguk pada Rahmi, berdiri, lalu berjalan perlahan ke utara
bersama Untung.
Di depan makam Zhou Yinmei, Bai Datou berjongkok. Ia merenung,
haruskah ia setuju? Jika ia setuju, apakah ia tidak bersalah pada istri
yang baru meninggal setengah tahun lalu? Bagaimana jika nanti
anak-anak dari pernikahan ini tidak akur? Jika tidak setuju, Lani pasti
akan seperti ibunya Sumiyati, pergi dengan sedih dan menikah
dengan orang lain. Lalu, bagaimana dengan tiga anaknya? Bisakah
ia masih punya waktu untuk berbisnis?
"Zhou Yinmei! Zhou Yinmei! Tidakkah kau menampakkan diri? Jika
kau marah, marahlah!" Bai Datou berdoa dalam hati.
Bai Datou berjongkok lama. Sekitarnya tetap tenang, angin sepoi-
sepoi, sesekali terdengar kicau burung. Bai Datou berdiri,
memandang Untung. Untung memegang tangannya:
"Tuan Bai! Tenang saja! Jika Nyonya Bai tahu di alam baka, pasti
408

