Page 98 - 37 Masalah Populer
P. 98
kuku dan kumis. Sebagian ahli Fiqh memahami hadits-hadits perintah membiarkan jenggot
mengandung makna wajib, sebagian besar ahli Fiqh menyebutnya Sunnat; orang yang
melakukannya mendapatkan pahala dan yang tidak melakukannya tidak dihukum. Tidak ada
dalil bagi mereka yang mengatakan bahwa mencukur jenggot itu haram atau munkar selain
hadits-hadits khusus yang terkait dengan perintah membiarkan jenggot untuk membedakan diri
dengan orang-orang Majusi dan musyrik. Perintah dalam hadits-hadits dari Rasulullah Saw
tersebut sebagaimana ada yang memahaminya mengandung makna wajib, juga mengandung
makna sekedar anjuran kepada yang lebih utama.
Syekh Jad al-Haq Ali Jad al-Haq melanjutkan,
ىف لخدت لا ةيصخشلا ناسنلإا ةئيهو لكأملاو سبلملا رمأ نأ ةلمجلا ىف ملاسلإا بادآو ةعيرشلا ةنسلا هيلإ دشرت ىذلا قحلاو
نأ ملسملل لب ،هباحصأو ملسو هيلع الله ىلص الله لوسر نع اهنأش ىف درو امب اهيف مازتللاا ملسملا ىلع ى غبني ىتلا تادابعلا
اهقلح وأ ةيحللا ءاععإو - هيلع فلتخم ريغ امكح وأ اصن فلاخي ام مل هنوداتعيو سانلا هعلأيو هتئيب هنسحتست ام اهيف ابتي
مدقت ام ىلع ءاععلإاب اهيف دراولا رملأا مكح ىلع فلتخملا روملأا نم
Kebenaran yang dianjurkan Sunnah yang mulia dan adab Islamy dalam masalah ini, bahwa
masalah pakaian, makanan dan bentuk fisik, tidak termasuk dalam ibadah (mahdhah) yang
seorang muslim mesti mewajibkan diri mengikuti cara nabi dan para shahabat, akan tetapi dalam
hal ini seorang muslim mengikuti apa yang baik menurut lingkungannya dan baik menurut
kebiasaan orang banyak, selama tidak bertentangan dengan nash atau hukum yang tidak
diperselisihkan. Membiarkan atau mencukur jenggot termasuk perkara yang diperselisihkan
hukum perintahnya (apakah wajib atau anjuran), sebagaimana yang telah dijelaskan di atas 158 .
Pendapat Syekh Ali Jum’ah Mufti Mesir.
Jika hal ini terkait dengan kebiasaan dan tradisi, maka itu menjadi indikasi yang mengalihkan
makna perintah dari bermakna wajib kepada makna anjuran. Jenggot itu termasuk kebiasaan dan
tradisi. Para Fuqaha’ menganjurkan banyak hal, padahal dalam nashnya secara jelas dalam
bentuk perintah, karena berkaitan dengan kebiasaan dan tradisi. Misalnya sabda Rasulullah Saw:
َ
ْ
ِد
ُ ِ
وُهَيلاب اوُهَّبَشَت َلاَو َ بْيَّشلا اور يغ
ِ
“Rubahlah uban. Janganlah kamu menyamakan diri dengan orang-orang Yahudi”. (HR. at-
Tirmidzi). Bentuk kata perintah dalam hadits perintah merubah uban kejelasannya menyerupai
hadits perintah memelihara jenggot. Akan tetapi karena merubah uban bukanlah suatu perbuatan
yang diingkari di tengah-tengah masyarakat, maka tidak dilakukan. Para ahli Fiqh berpendapat
bahwa merubah uban itu hukumnya dianjurkan, mereka tidak mengatakan diwajibkan.
Para ulama berpendapat berdasarkan metode ini. Para ulama bersikap keras dalam hal
pemakaian topi dan memakai dasi, mereka menyatakan bahwa siapa yang melakukan itu berarti
kafir. Bukanlah karena perbuatan itu kafir pada zatnya. Akan tetapi karena perbuatan itu
Fatawa al-Azhar, juz.II, hal.166.
158
98