Page 155 - Sang Pemimpi by Andrea Hirata (z-lib.org)
P. 155

Aku  dan  Arai  menyergapnya  ketika  ia  sedang  memasukkan
              anaknya  ke  dalam  keranjang  besi  yang  dibuat  khusu  agar  dapat
              dicantolkan pada setang sepeda. Begitulah cara orang Melayu membawa
              anaknya  naik  sepeda.  Keranjang  Besi  itu  biasa  dibuatkan  oleh  orang
              bengkel las PN Timah. Setelah anaknya berusia lima tahun, karena sudah
              berat,  jika  bersepeda  orantua  Melayu  memasukkan  anaknya  dalam
              keranjang  pempang.  Keranjang  pempang  dibuat  dari  rotan  dan
              didudukkan mengangkangi tempat duduk di belakang sepeda..
                  Ia  terkejut  bukan  main.  Dan  jika  terkejut,  kata-katanya  tertelan,
              “Ka... ka... ka... ka. . ka... !! ”.
                  Tentu saja aku tahu maksudnya..
                  “Baru kemarin, Bron!! ”.
                  “Na... na... . na... na... na...
                  ““BINTANG LAUT SELATAN!! ”.
                  Usianya  bertambah  tapi  wajahnya  tetap  anak-anak.  Tubuhnya
              makin lebar. Aku tak dapat bernapas waktu ia memelukku..
                  “Su. . su... su... su... su... . su... . . su... .
                  ““Maksudnya sudah selesai sekolah? “lanngsung kusambut..
                  “Sudah, cum laude!! “teriakku bangga menunjuk Arai..
                  Mendengar itu, Jimbron serta-merta meraih anaknya dari keranjang
              besi.  Ia  mengangkat  anak  laki-laki  dua  tahun  itu  tinggi-tinggi  sambil
              berteriak-teriak girang. Anak laki-lakinya yang gendut putih, memakai topi
              rajutan  dengan  bandul  lucu  berwarna-warni,  tertawa  senang  diputar-
              putarkan ayahnya di udara. Ibu anak itu juga tersenyum manis, senyum
              manis  Laksmi  memang  sudah  terkenal.  Kami  berkunjung  ke  rumah
              Jimbron,  yaitu  los  kontrakan kami dulu yang  sedikit diperluas. Ia  masih
              bekerja di peternakan  Capo dan tak melepaskan tiga  gambar di dinding
              los kontrakan itu: Jim Morrison, Laksmi, dan Kak Rhoma..
                  Lewat  tengah  malam  aku  berjalan  sendiri  menelusuri  jalan-jalan
              sempit di Pasar Magai. menjumpai sahabat-sahabat lama:  episcia  liar di
              pinggir-pinggir  parit dan airnya yang mati,  selempang  sinar  lampu  jalan
              kuning yang menyelinap-nyelinap di punggung pohon-pohon  bantan, di
              bibir atap-atap sirap rumah mantri candu, di bahu jalan yang sepi, dan di
              keranjang  sayur  yang  bertumpuk-tumpuk  di  beranda  Toko  Sinar
              Harapan..

                                          153
              -Sang Pemimpi-                                                                                                                     ADEF
   150   151   152   153   154   155   156   157   158