Page 153 - Sang Pemimpi by Andrea Hirata (z-lib.org)
P. 153

muda  yang  bersaing  ketat  memenangkan  beasiswa  beradu  argumen
              dengan  para  profesor  penguji.  Mereka  berusaha  meyakinkan  penguji
              bahwa  mereka  pantas  diberi  beasiswa.  Suara  mereka  kadang-kadang
              terlempar keluar. Dan di depan sebuah ruangan aku tertegun, langkahku
              terhenti karena aku mendengar suara yang samar tapi kukenal..
                  “... Teori evolusi sebenarnya sudah bangkrut, Pak....
                  “...  Teori  itu  tak  lebih  dari  sebuah  ilusi...  penipuan  arkeologi...
              superficial... berdasarkan kebetulan??
                  “Aku terperangah menyimak kata-kata yang timbul tenggelam..
                  “... Risetku ini adalah riset biologi dengan spektif religi, Pak....
                  “... . Di dalamnya aku akan mengoreksi pandangan tentang bentuk-
              bentuk repsentatif yang menyesatka dari Darwin.
                  “Suara itu  nyaring,  kering, tak  enak didengar.  Pada  setiap  untaian
              kata yang pecah. aku semakin yakin..
                  “...  Tidak  hanya  berdasarkan  ayat-ayat  suci  Al-Qur’an  tentang
              proses penciptaan, tapi aku juga akan mengemukakan argumentasi hebat
              dari kalangan Kristen Victoria...
                  “Itu,  untaian  kata-kata  itu,  adalah  suara  Arai!  Pasti  Arai!  Dan  aku
              semakin yakin ketika kudengar argumentasi dahsyatnya..
                  “...  Harun  Yahya  memiliki  wewenang  ilmiah  untuk  menjustifikasi
              teori-teori yang dibualkan para evolusionis!! ”.
                  Hatiku  bergetar.  Gagang  pintu  berputar.  Aku  tahu  pasti  Arai  ada
              disitu..
                  “Halo, Boi... , “sapanya lembut..
                  “Simpai Keramat...
                  “Kami  berpelukan.  betapa  aku  merindukan  sepupu  jauhku  ini.
              Seseorang  yang  sering  kubenci  tapi  selalu  kuanggap  sebagai  pahlawan.
              Arai  jelas  tampak  lebih  dewasa.  Sinar  mata  nakal  yang  iseng  itu  tak
              berubah. Tapi wana kulitnya terang..
                  “Aku  bekerja  dalam  ruangan  di  Kalimantan,  :  katanya”Menggosok
              batu akik di pabrik jewelry.
                  “Dan sekarang ia tampan. Hidung yang dulu mengumpul di tengah
              wajahnya  dan  kening  yang  menonjol  kini  tertarik  ke  bawah  mengikuti
              mukan  yang  tumbuh  lonjong.  Ia  kuliah  di  Universitas  Mulawarman,
              Jurusan  Biologi,  lulus  cum  laude.  Jika  mengenal  Arai,  tidak  aneh
              sebenarnya  bahwa  ia  tahu  aku  akan  melamar  beasiswa  ini,  dan  telah
              melihatku  ketika  pelamar  beasiswa  tumplekbelk  di  stadion  saat  seleksi
              awal. Diam-diam ia kos di Jakarta dan memang berniat menemuiku saat
              wawancara  akhir  ini.  Itulah  Arai,  seniman  kehidupan  sehari-hari.  Aku
              mengundurkan diri dari Kantor Pos Bogor. Aku dan Arai untuk pertama
              kalinya  pulan  kampung  ke  Belitong.  Kami  telah  memenuhi  tantangan

                                          151
              -Sang Pemimpi-                                                                                                                     ADEF
   148   149   150   151   152   153   154   155   156   157   158