Page 148 - Sang Pemimpi by Andrea Hirata (z-lib.org)
P. 148

wawancara  akhir  yang  menentukan.  Pewawancaraku  adalah  seorang
              mantan menteri, seorang profesor yang kondang kecerdasannya. Ia masih
              aktfi  mengajar  di  program  pascasarjana  Universitas  Indonesia  dan
              menjadi dosen luar biasa di Harvard Business School. Di mejanya tergelar
              daftar riwayat hidup(CV)dan proposal penelitianku..
                  Profesor  itu  tampak  tertekan  batinnya  waktu  melihat  CV-ku.  Ia
              seakan tak rela melihatku sampai pada tingkat akhir tes beasiswa ini. Aku
              maklum dengan sikapnya itu sebab beberapa hari ini ia sudah membaca
              CV  begitu  banyak  sarjana  cemerlang  tamatan  universitas-universitas top
              negeri  in,  bahkan  mereka  yang  menamatkan  sarjananya  di  luar  negeri.
              Dalam  riwayat  hidup  mereka tentu  tercantum  pengalaman riset,  riwayat
              kerja  di  kantor  konsultan,  karier  sebagai  manager  di  perusahaan
              multinasional,  publikasi  buku-  buku  berbobot,  dan  penghargaan  ilmiah
              dari dalam dan luar negeri. Maka melihat CV- ku, yang berdasarkan saran
              seorang  sahabat  harus  dibuat  sedetail  mungkin,  ia  mengucek  matanya
              berkali-kali saat membaca pengalaman kerjaku: salesman alat-alat dapur,
              karyawan  kontrak  di  pabrik  tali,  tukang  fotokopi,  dan  juru  sortir.  Ia  tak
              berminat  sama  sekali,  kening  geniusnya  berkerut-kerut.  Ia  malas
              menyentuh CV-ku..
                  Namun,  kawan,  saat  wajah  yang  ditutupi  kacamata  persegi  empat
              berbingkai titan yang mahal itu menoleh barang sepuluh derajat ke arah
              pukul  tiga,  ke  permukaan  proposal  risetku,  satu  per  satu  kerutan  di
              dahinya  terurai.  Lalu  keningnya  jadi  padat,  licin  bersinar-  sinar  serupa
              buah  pear  shandong.  Di  balik  lensa  minus  yang  tebal  kulihat  bola
              matanya  berdenyut-denyut  membaca  kata  demi  kata  dalam  proposalku
              itu. Kepalanya menoleh  cepat ke kiri kanan karena membaca cepat dan
              wajahnya  kaku.  Hidung  mancung  yang  terpelajar  itu  mengendus-endus
              persisi  dubuk  mencium  air  kencing  wilayah  kuasa  landak.  Mulutnya
              komat  kamit,  Ia  melungsurkan  bingkai  kacamatanya  ke  tengah  batang
              hidungnya karena ingin melihatku langsung. Teriakannya tercekat dalam
              dua biji jakunnya yang bergerak-gerak turun naik seperti sempoa..
                  “Maksudmu transfer pricing! ?? ? “Aku tak sempat menjawab karena
              ia  melompat  dari  tempat  duduknya.  Bergegas  ke  arahku,  berdiri  tegak
              lurus tepat di depan hidungku, menatapku nanar tak percaya. Kali ini ia
              tak  menahan  teriaknya.  Suaranya  kencang  sekali  sampai  ke  ruangan
              sebelah..
                  “Maksudmy  semua  bagan  ini  adalah  model  transfer  pricing!!  ??  ?
              “Aku terpana karena antusiasme profesor ini. Aku menjawab pelan, “iya,
              Pak...
                  “Dan ia merepet panjang, keras, dan cepat seperti rentetan peluru, :
              Short  term  equilibrium!!  !  ?  Mengukur  IRR  dengan  katalisator  output

                                          146
              -Sang Pemimpi-                                                                                                                     ADEF
   143   144   145   146   147   148   149   150   151   152   153