Page 144 - Sang Pemimpi by Andrea Hirata (z-lib.org)
P. 144

Selama  pengalamanku  bekerja,  sejak  dua  SMP,  menjadi  pegawai  Pos
              adalah puncak karierku. Meskipun hanya sebagai tukang sortir, dan ini tak
              kusukai,  tapi  aku  adalah  seorang  pegawai  jawatan!  Tahukah,  Kawan,
              artinya  itu?  Itu  artinya  aku  adalah  seorang  amtenar!  Seorang  Komis!
              Susah  kupejamkan  mataku  malam-malam  memikirkan  kehebatan
              lompatan karierku dari kuli ngambat beberapa bulan yang lalu  sekarang
              jadi amtenar yang berangkat kerja dengan baju seragam..
                  Mandorku:  Odji  Dahroji,  asli  Citayam  Bogor,  sangat  penuh:
              perhatian.  Pria  yang  sudah  dua  puluh  tujuh  tahun  menjadi  Ketua
              Ekspedisi ini  memiliki  perawakan tinggi  besar.  Sangar.  Rambutnya lurus
              kaku,  wajahnya  keras,  dan  kumisnya  baplang.  Jalannya  tegap  seperti
              Khrushchev. Memang penampilan yang diperlukan untuk mengendalikan
              ratusan  pengantar  pos.  Tapi  senyumnya  manis  sekali  dan  tak  dinyana
              suaranya  kemayu,  halus  lembut  seperti  putri  keraton.  Ia  tak  jemu-jemu
              memompa semangatku.  Hari ini  para tukang  sortir,  petugas  pos keliling
              desa, dan para pengantar pos bersepeda dikumpulkannya..
                  “Juru  sortir...  ,  “katany  berlogat  Sunda  Bogor,  seperti  ibu  guru  di
              depan anak SD. Untuk membesarkan hatiku, ia memakai kata juru bukan
              tukang..
                  “Adalah  tugas  yang  penting,  pentiiiiing...  pisan.  Surat  panggilan
              kerja, surat cinta, surat gadai, pokona mah sagala macem surat euy, aya
              di meja sortir....
                  “Masa depan orang ada di tangan ente, Kang...
                  “Para pengantar pos memandangku penuh hormat..
                  “Juru sortir theaa... , “puji mereka hampir serentak..
                  Ya, bermacam-macam surat ada di atas meja sortirku. Ribuan surat
              bertumpuk-tumpuk  setiap  hari.  Namun,  setiap  kali  kantong  pos
              dicurahkan  au  selalu  berdoa  dengan  pedih  semoga  ada  surat  dari  Arai
              untukku.  Arai tak meninggalkan  alamat dan tak  pernah memberi  kabar.
              Aku mencari informasi tentang sahabatnya di pabrik tali dulu tapi laki- laki
              itu  hanya seorang  perantau dari Kalimantan  yang  tak  jelas identitasnya.
              Aku kehilangan jejak Arai..
                  Ibu  mengirimku  surat  mengatakan  bahwa  Arai  sesekali  mengirimi


                                          142
              -Sang Pemimpi-                                                                                                                     ADEF
   139   140   141   142   143   144   145   146   147   148   149