Page 141 - Sang Pemimpi by Andrea Hirata (z-lib.org)
P. 141

bagus jika disemir dengan air). , celana panjang hitam, baju putih lengan
              panjang,  dan  dasi!  Seutas  dasi  yang  dipakai  dengan  cara  direkatkan.
              Setiap  pagi  kami  di-drop  di  berbagai  perumahan  kelas  menengah  di
              Bogor, lalu kami mengetuk pintu demi pintu untuk menjual wajan teflon
              serta  berbagai  peralatan  dapur.  Manis  sekali  konsep  pekerjaan  ini  tapi
              pelaksanaannya,  bagiku  dan  Arai,  susah  bukan  main.  jauh  lebih  susah
              dari  memikul  ikan.  Masalahnya  door  to  door  salesman  adalah  suatu
              profesi yang menuntut keahlian berdagang tatap muka dengan dukungan
              komunikasi  komersial  tingkat  tinggi.  Dulang,  laut,  danau,  dan  urat-urat
              timah, dengan hal- hal semacam itulah watak kami terbangun. Kami tak
              memiliki secuil pun kualifikasi negosiasi dagang. Sebulan penuh kami tak
              mampu menjual sebilah  sendok  pun. Maka  berdasarkan  perjanjian yang
              telah  diteken.  di  atas  materai,  kami  harus  bersedia  dipecat  sebab  wan
              prestasi..
                  Lalu  kami  mendapat  pekerjaan  di  pabrik  tali.  Pabrik  ini
              memproduksi  rupa-rupa  tali  mulai  dari  jalinanrami  yang  tak  mungkin
              putus  dengan  diameter  hampir  setenga  meter  dan  biasa  dimanfaatkan
              untuk  menambat  kapal  dengan  bobot  mati  lima  ribu  ton  sampai  tali
              favorit  para  penggantung  diri:  nylon  plastik  berdiameter  30  milimeter,
              dapat menahan bobot, plus momentum hentakan, ketika kursi ditendang,
              sampai  seratus  lima  puluh  kilo.  Sayangnya  pabrik  harus  tutup  sebab
              bangkrut. Keadaan kami semakin kritis. Beruntung lagi, ketika uang kami
              hanya cukup untuk makan dua hari lagi, seorang tetangga kos mengajak
              kami bekerja di kios fotokopinya di IPB. Hidup bersambung lagi..
                  Kami berdiri dari pagi sampai malam di depan mesin fotokopi yang
              panas.  Sinarnya  yang  menyilaukan  menusik  mata,  membiaskan
              pengetahuan  botani,  fisiologi  tumbuhan,  genetika,  statiska,  dan
              matematika di muka kami. Lipatan aksara ilmu pada kertas-kertas yang
              tajam mengiris  kemari kami, menyayat  hati kami yang bercita-cita besar
              ingin  melanjutkan  sekolah.  kami  kelelahan  ditumpuki  buku-buku  tebal
              dari  mahasiswa  baru  tingkat  persiapan  sampai  profesor  yang  akan
              pensiun dalam euforia akademika yang sedikit pun tak dapat kemi sentuh.
              Pekerjaan fotokopi menimbulkan  perasaan sakit  nun  jauh di dalam  hati
              kami..
                  Suatu  hari  aku  dan  Arai  tertawa  terbahak-bahak  ketika  kami
              memfotokopi sebuah brosur. Rupanya ada sebuah seminar hebat dengan
              tema  ilmiah  yang  sangat  bombastis:  MEMBONGKAR  KEPALSUAN
              ETIKA  PATRIARKAL:  UPAYA  KULTURAL  UNTUK  MENGANGKAT
              HARKAT DAN MARTABAT PEREMPUAN DARI DOMINASI LAKI-LAKI..
                  Di  dalam  brosur  itu  ada  tulisan  keynote  speaker:  Pengamat  dan
              pembela  harkat  dan  martabat  wanita.  Di  bawah  kalimat  itu  ada  sang

                                          139
              -Sang Pemimpi-                                                                                                                     ADEF
   136   137   138   139   140   141   142   143   144   145   146