Page 139 - Sang Pemimpi by Andrea Hirata (z-lib.org)
P. 139

”.
                  Aku  tersentak dan terngang mendengarnya. Tak  pernah  sekali  pun
              tebersit  dalam  pikiranku  bahwa  manusia  modern  bisa  terjebak  dalam
              suatu  situasi  yang  sangat  runyam  hanya  untuk  mengisi  perut.  Suasana
              hening.  Kami  kembali  terpekur  mengontemplasikan  satu  per  satu
              kehebatan Restoran Kentucky Fried Chicken..
                  Lalu Arai menyambung dengan pelan tapi pasti, “Dan tahukah kau,
              Ikal? “Aku menoleh  padanya, memohon informasi baru  yang pasti akan
              membuatku tercengang lagi..
                  “Pemilik restoran ini adalah Mr. Fred yang gendut itu! ”.
                  “Ochhh...
                  “Aku mengangguk takzim..
                  Luar biasa... sungguh luar biasa..
                  Dan kami pun berlalu. Menyeret lagi koper kulit buaya kami sambil
              menggendong celengan kuda. Tak tahu mau kemana..
                  Tentu  saja saat itu aku  tak  mengerti kalau  Arai  hanya sok tahu.  Ia
              mengambil  nama  Mr.  Fred  dari  Fried  Chicken.  Belakangan  ketika  aku
              tahu nama laki-laki gendut itu adalah Kolonel Sanders, aku jadi mendapat
              bahan untuk meledek Arai sepanjang waktu, sepanjang hidupnya malah.
              Namun, kini yang tertinggal untuk kami di tengah malam buta ini hanya
              sebaris pesan dari orangtua..
                  Dan  hujan  pun  turun.  Gerimis,  gelap,  lelah,  dan  dingin.  Mash  tak
              tentu arah, kami hanya melangkah saja sekenanya berpegang pada pesan
              orangtua untuk menemukan masjid. Nasib baik! Belum jauh dari terminal
              kami  menemukan  sebuah  gedung  dengan  tulisan  yang  membuat  kami
              senang  karena  di  SMA  Negeri  Bukan  Main  kami  sudah  sering
              mendengarnya  :  Institut  Pertanian  Bogor(IPB).  Lebih  menyenangkan
              karena di belakangnya ada masjid..
                  Esoknya  dengan  mudah  kami  menemukan  kamar  kos  di  sebuah
              kampung di belakang IPB. Nama kampung ini sangat istimewa: Babakan
              Fakultas.  Mungkin  karena  dekat  dengan  berbagai  fakultas  di  IPB.
              Kampung  ini  merupakan  sebuah  lembah  yang  dihuni  oleh  mahasiswa
              dari seluruh Indonesia, dengan jumlah yang lebih banyak dari penduduk
              asli  setempat.  Maka  babakan  ini  adalah  sebuah  lembah  yang  intelek.
              Kamar kos berdinding gedek bambu dan berlantai semen yang sebagian
              telah  menjadi  tanah.  Kamar  itu  milik  seorang  juragan  bawang  di  Pasar
              Anyar Bogor. Ketika membuka koper kami menemukan jawaban beratnya
              koper  itu.  Rupanya  ibuku  telah  menjejelinya  dengan  ikan  asin,  beras,
              botol-botol madu, pil APC, Naspro, obat cacing Askomin, pompa sepeda,
              rupa- rupa bumbu dapur, bahkan lumpang dan alunya..
                  Sungguh menyenangkan tinggal di Babakan Fakultas. Baru pertama

                                          137
              -Sang Pemimpi-                                                                                                                     ADEF
   134   135   136   137   138   139   140   141   142   143   144