Page 137 - Sang Pemimpi by Andrea Hirata (z-lib.org)
P. 137

kami keluar terminal. Sebuah plang besar tergantung di gerbang terminal
              dan ada dua buah lampu neon panjang menyinari tulisan nama terminal
              itu: Terminal Bus Bogor..


                                     *************

              Misi  pertama  menemukan  Terminal  Ciputat  gagal.  Kami  terdampar  di
              tempat yang tak pernah kami rencanakan sebelumya, Bogor sama sekali
              asing  bagi  kami.  Kami  hanya  pernah  membaca  di  buku  Himpunan
              Pengetahuan  Umum  waktu  masih  SD  dulu:  Bogor  ada  di  Jawa  Barat,
              penghasil  talas,  ada  istana  presiden,  dan  Kota  Hujan.  Hanya  itu  saja
              pengetahuan  kami  tentang  Bogor.  Sekarang  kami  terdampar  di  Bogor
              pada tengah  malam. Tak  tahu akan menuju ke mana. Bahkan kami tak
              tahu di mana barat, timur, utara, dan selatan..
                  Kami berjalan meninggalkan Terminal Bogor tak tentu arah, terseok-
              seok menyeret koper yang sangat berat. Kami melangkah dengan limbung
              karena  masih  di  landa  mabuk  laut.  Pakaian  rapi  jali  kami  untuk
              mengunjungi  ibu  kota  telah  kusut  masai.  Jas  Arai  tampak  timpang  dan
              baju safari empat saku ayahku tak lagi licin lipatan setrikanya..
                  Belum  jauh meninggalkan Terminal Bogor, disebuah persimpangan
              yang  tengahnya  berdiri  sebuah  tugu  yang  tinggi,  aku  dan  Arai  terhenti
              melihat  sebuah  toko  yang  sangat  indah.  Kami  berdua  tertegun  dan
              terkesima  di  depan  toko  itu.  Tak  mampu  berkata-  kata,  Tak  pernah
              seumur  hidup  kami  melihat  toko  seindah  itu.  Cat  bangunannya  sangat
              memesona dan didalamnya terang  benderang. Banyak sekali lampunya.
              Bermacam-macam  lampu.  Ada  lampu  kecil  yang  merambat-  rambat  ke
              sana  kemari,  naik  turun  berputar-putar  sampai  keluar,  berkelap-kelip,
              seperti  di  rumah  warga  Tionghoa  kampung  kami  yang  sedang
              mengadakan  pesta  perkawinan.  Di  dalam  toko  ada  balon-balon  yang
              lucu,  bertebaran  menyundul-nyundul  plafon  yang  dihiasi  pita-pita
              berjuntai.  Dinding  didekorasi  gambar-gambar  cantik  yang  mendidik  di
              sela-sela deretan lemari kaca  berisi  boneka-boneka.  Meja  yang mengilat
              berjejer-jejer.  Toko  ini  telah  tutup.  Dari  luar  kami  melihat  para  pegawai
              berseragam membersihkan lantai yang berkilauan dan mengelap lemari-
              lemari  kaca.  Mereka  adalah  anak-anak  muda  laki-laki  dan  perempuan
              yang  rupawan.  Meski  pun  bekerja  sampai  larut  malam  tapi  mereka
              tersenyum  bahagia.  Segala  penat  dan  pening  kepala  karena  muntah-
              muntah di  kapal  selama  enam  hari seakan  menguap demi melihat  toko
              yang memukau ini. Di muka atas bangunan terdapat lipstang besar nama
              toko yang memesona itu: KENTUCKY FRIED CHICKEN..

                                          135
              -Sang Pemimpi-                                                                                                                     ADEF
   132   133   134   135   136   137   138   139   140   141   142