Page 219 - JALUR REMPAH
P. 219
Dinamika Masyarakat Jalur Rempah | 205
dan selanjutnya dikirim langsung ke pelabuhan Antwerp dan Amsterdam di
negeri Belanda.
Alur distribusi rempah-rempah mengalami perubahan drastis setelah
produksi pala dan cengkeh dikuasai oleh monopoli dagang kolonial Belanda.
Pemerintah kolonial Belanda memagari produksi dan distribusi rempah
dengan instrumen yang ampuh. Instrumen itu adalah ekstirpasi, pembinasaan
4
pohon pala menurut daftar yang telah dibuat lebih dulu, yakni pohon yang
pernah berbunga sekali atau lebih masuk dalam daftar penebangan. Tujuan
kebijakan pemusnahan pohon pala untuk mengatur agar jumlah pasokan pala
tidak terlalu banyak di pasar internasional Eropa.
Selain itu, biji dan benih pala dilarang untuk dibawa keluar Banda untuk
ditanam di tempat lain. Pemerintah kolonial melakukan pengawasan ketat
untuk distribusi pala baik ke pasar internasional maupun domestik oleh rakyat
atau maskapai lain. Setelah melakukan penumpasan terhadap orang-orang
kaya pada 1621, kekuasan kolonial di Banda melakukan koreksi terhadap
keberadaan Benteng Nassau dan kemudian membangun Benteng baru yang
lebih kokoh dan menggunakan arsitektur pentagon di atas ketinggian 30 meter
di atas permukaan laut. Pada 1672 pembangunan benteng telah rampung dan
dinamai Benteng Belgica. Benteng yang baru dibangun ini mempunyai letak
yang strategis dan tidak jauh dari Benteng Nassau. Melalui Benteng Belgica ini
hampir semua titik Kepulauan Banda dapat di pantau. Benteng ini dibangun
untuk mengawasi gerak-gerik kapal yang melakukan penyelundupan rempah-
rempah, dan mengintai tentara Inggris yang masih berada di Pulau Run.
Perkebunan Pala Banda
Perkebunan pala berada di Pulau Banda Naira, Banda Besar, Pulau Ay,
Run, Rozingein dan Pulau Gunung Api. Dari seluruh perkebunan pala itu yang
paling besar produksinya adalah Banda Besar. Pohon-pohon pala baik tua
maupun muda sulit dibedakan. Karena pohon pala yang sudah tua produksi
4 Ekstirpasi menjadi satu paket dengan kebijakan kolonial lainnya yang dipergunakan untuk
tanaman cengkeh yang tumbuh subur di Maluku Utara, yakni politik hongi. Hongi merupakan program
menghancurkan kebun-kebun cengkeh, baik yang tumbuh alami maupun yang ditanam oleh penduduk,
di pulau-pulau asalnya di Maluku Utara, dipindahkan ke Pulau Ambon, Seram, dan sekitarnya dengan
tujuan supaya persediaan di pasar dunia sedikit hingga harganya tinggi.