Page 71 - JALUR REMPAH
P. 71
Latar Belakang Historis Tiga Wilayah | 57
masa penguasa Jawa Timur berperan sebagai pialang. 77
Kompetisi politik di kalangan pusat-pusat kerajaan baru di Jawa Timur
begitu intensif. Pada 1222 Kediri ditaklukkan oleh Singhasari, sebuah pusat
kerajaan yang didirikan oleh orang kebanyakan yang tidak memiliki darah
biru. Tujuh puluh tahun kemudian, tentara Kediri kembali untuk menebus
kekalahan dengan merebutistana Singasari. Akan tetapi, kemenangan
Kediri tidak bertahan lama, karena tentara Singhasari segera kembali untuk
menghancurkan penyerbu. Sesuai dengan tradisi Jawa, para pemimpin
Singasari tidak lagi membangun ibukota yang pernah direbut oleh musuh
mereka. Dengan demikian, sebuah istana baru dibangun 90 kilometer ke arah
barat laut (garis lurus) di tempat yang dikenal dengan Majapahit. Berada di
dekat lembah Sungai Brantas, tempat ini dicocok sekali untuk mengendalikan
daerah pertanian di belakangnya. Juga, lokasi ini memiliki akses yang baik ke
pelabuhan-pelabuhan pesisir Jawa Timur di muara sungai. 78
Periode selanjutnya adalah Kerajaan Singasari meliputi jangka waktu
tersingkat dibandingkan periode-periode kerajaan lainnya, hanya 70 tahun.
79
Pertarungan internal yang menandai awal periode ini sedikitnya menerbitkan
prasasti, hanya delapan buah. Bandingkan dengan periode Mataram atau
Medang mencapai 128 prasasti, masa Tawnlang-Kahuripan memproduksi 38
prasasti, dan kekuasaan Janggala-Kediri mencapai 37 prasasti. Akan tetapi,
80
semua raja yang memerintah pada masa itu dapat diperoleh identitasnya. Hal ini
dapat diatasi berkat diproduksinya karya sastra Negarakertagama, yang ditulis
sekitar 75 tahun sesudah runtuhnya kerajaan ini. Beberapa raja dari masa itu
memerintah selama 20 tahun atau lebih, yakni Anusapati (21), Wisnuwardhana
(20) dan Kertanegara (21). Dua tokoh terakhir adalah hubungan ayah dan
anak. Figur pertama merintis tradisi pemerintahan multikerajaan yang bersifat
kedinastian, sedangkan yang kedua mengawali tradisi kerajaan yang bersifat
77 Terdapat pula teori perpindahan itu adalah akibat dari larinya petani Jawa Tengah yang ingin
menghindari kerja paksa membangun berbagai monumen di sana. Untuk hal ini lihat. Robert. W. Hefner.
Geger Tengger. Perubahan Sosial dan Perkelahian Politik. Jogjakarta: LKIS, 1999, hlm. 50.
78 Hefner. Ibid. Geger Tengger…, hlm. 51.
79 Rahardjo. Op.cit. Peradaban Jawa…, hlm. 57.
80 Rahardjo. Op.cit. Peradaban Jawa…., hlm. 58.