Page 30 - MAJALAH DIGITAL LENTERA ILMU
P. 30

“Jika ternyata mereka tetap tak        sangat cerah. Biru warnanya terbentang luas. Tak ada
           mau  menerima  pilihan  Kang  Gusar,         segumpal  awan  hitam  pun  yang  menghalangi
           bagaimana?”                                  kehadiran  matahari  menggelantung  di  atas  awang.

                 “Kau  akan  Kakang  ajak  kawin        Teriknya sangat membakar tubuh para wanita desa.
           lari!”                                       Para wanita yang tengah sibuk memetik pucuk daun
                                                        teh  di  balik  caping  kerucut  yang  terbuat  dari  kulit
                 “Itu  bukan  pilihan  terbaik  bagi    bambu.  Di  antara  wanita  desa  itu  ada  Mak  Darni,
           kita,  Kang.  Di  samping  berdosa  pada     emak Sumirah.
           orang  tua,  berdosa  pula  kita  pada             “Mak...!”seru   Sumirah    begitu    menyusul
           Tuhan.”                                      emaknya  yang  tengah  berteduh  di  bawah  pohon
                                                        saman  yang  cukup  rindang.  Pohon  peneduh  yang

                 Gusar terdiam  seketika.  Seperti      sengaja  ditanam  oleh  pemilik  kebun  agar  para
           tak ada kata lain sebagai senjata untuk      pemetik  teh  tidak  kepanasan  bila  matahari  tidak
           meyakinkan hati Sumirah.                     bersahabat seperti siang itu.
                                                              “Oh, kamu datang, Sum? Mengapa sesiang ini
                 “Kang,”Sumirah         memecah         baru  menyusul  Emak?”sambut  Mak  Darni  dengan
           kesunyian,“sekarang    sudah     siang.      pandangan  teduh.  Caping  kerucut  yang  dikenakan,
           S e b a i k n y a   Kakang  pergi  mencari   dilepasnya  dari  kepala.  Tampak  beberapa  helai
           rumput  dulu.  Takutnya    nanti  sapi       rambut  putih  terurai  di  kening  dan  pipi  tuanya
           Bapak Kang Gusar kelaparan, lo...!”          yang  dibanjiri keringat.
                                                               “Iya,  Mak.  Maafkan  Sum,”sambil    menyeka
                 “Oh,  iya,  ya,  Sum?”seperti          keringat    di    kening    emaknya  dengan  pucuk

           tersadar  dari  lamunan  panjangnya,         selendang  usang,  Sumirah  berkata,  “keterlambatan
           Gusar      menanggapi       perkataan        Sum  menyusul  Emak,  dikarenakan  Sum  tertahan
           Sumirah.                                     oleh perbincangan Kang Gusar yang tiba-tiba datang
                 “Lantas,  bagaimana  jawabanmu         ke rumah, Mak.”
           atas  pernyataanku  tadi, Sum?”                    “Gusar    siapa?    Mengapa      kau    berani
                 “Akan Sum pikir-pikir dulu, Kang.”     memasukkan  lelaki  ke  rumah  tanpa  ada  Emak,
                                                        Sum?”kedua bola mata Mak Darni  seketika hendak
                 “Mengapa    tidak    kauputuskan       meloncat  dari  kelopaknya  yang  telah  keriput,

           sekarang saja, agar  hatiku lega, Sum?”      “pernahkah Emak mengajarimu demikian?”
                 “Sum  takut  kau  akan  kecewa  di
           kemudian hari, Kang.”                               “Bukan     begitu,    Mak!”Sum      mencoba
                 “Ya   sudah.    Kalau    begitu,       meluruskan pendapat emaknya, “kang Gusar hanya
           kutunggu jawabanmu sampai hari lusa,         duduk di teras rumah. Itu pun tidak lama. Karena dia
           Sum. Aku pergi ke tegalan dulu untuk         buru-buru  hendak    mencarikan  rumput  untuk  sapi
           mencarikan  rumput sapi milik Bapak.”        milik bapaknya.”
                 “Iya.     Sebaiknya      begitu,             “Gusar  siapa?  Emak  ingin  tahu?”desak  Mak
           Kang,”Sumirah  mengiringi  kepergian         Darni  tak  sabar.  Kedua  kaki  tuanya  diselonjorkan
           Gusar  dengan  sesungging  senyum  di        lurus-lurus di atas rumput yang tumbuh di sela-sela

           balik anggukan yang terlihat lembut.         rimbun pohon teh.
                                                              “Gusar  anak  Pak  Salim. Orang terkaya  di desa
                 Langit  Desa  Kaliboja  siang  itu     kita ini lo, Mak.”


                                                                              Majalah Digital - Lentera Ilmu    29
   25   26   27   28   29   30   31   32   33   34   35