Page 35 - MAJALAH DIGITAL LENTERA ILMU
P. 35
“Buktinya, Ayah sering tidak “Betul, Indri,”ujar ayah. “Ibumu pendiam
menghabiskan masakan Ibu setiap kali makan seratus persen. Kalau sudah bau jok, matanya
siang?” cepat rapat. Ayah takut ketularan
ngantuknya,”ledek ayah pada Ibu.
“Ayah sering makan di kantor, Indri.
Jadi, makan di rumah itu hanya untuk “Ayahmu itu ngarang, Indri!”tangkis
menemani Ibu dan kamu saja,”sela ibu seraya Ibu.“Kalau Ibu pendiam, mana mungkin dulu
melirik ayah. Ayah bisa kenal Ibu?”
“Ah, Ibu itu bisa-bisa saja!”ayah “Ibu banyak omongnya itu dulu, Indri.
membela diri. Ketika masih muda. Sekarang, kalah
cerewetnya dibanding kamu.”
“Ya, bisalah. Ibu kan sudah paham
tentang Ayah?” “Cerewetnya Indri keturunan dari siapa,
ayo, Yah?”sahut Ibu membela diri.
Ayah diam. Sesaat kemudian.
“Ya dari Ayahlah…”sahut ayah.
“Oh, ya! Jam berapa sekarang?”tanya
ayah sembari melirik handpon yang ada di “Ndak bisa! Itu dari Ibu!”bela Ibu kuat-
genggaman tangan kiri ibu. kuat.
“Hampir jam 13.00, Yah. Ada apa?”ibu “Ya, sudah, Ayah mengalah,”jawab
balik bertanya. ayah di balik senyum simpulnya. “Ayo,
sekarang kita berangkat!”
“Indri kan belum makan? Ayah juga.”
Ayah membuka pintu mobil sedan
“Oh, ya, ya? Ayo, kita masuk!”ajak ibu putihnya.
seraya memapah lengan kananku.
“Ayo! Hati-hati lo nyetirnya!”kata ibu
mengingatkan ayah.
*** “Siap, Nyonya Besar!”ujar ayah setelah
Keesokan harinya. Pagi-pagi benar bersiap diri di depan setir.
kami telah bersiap diri untuk pergi ke rumah ***
Nenek.
Kini ayah menghidupkan mesin
“Indri, kamu duduk di depan. Temani mobilnya. Pelan-pelan mobil merangkak
Ayah, ya!”pinta ayah. meninggalkan halaman rumah. Begitu tiba di
jalan raya, ayah melarikan mobilnya lurus ke
Ayah memasukkan bungkus plastik
hitam ke dalam mobil. Entah apa isinya. Yang arah timur.
jelas oleh-oleh untuk Kakek dan Nenek di Setengah jam kemudian, sampailah
kampung. kami di tugu nol kilo meter Kajen. Dari
“Mengapa tak berdua dengan Ibu di bundaran tersebut, ayah membelokkan
depan, Yah?”tanyaku. mobilnya ke arah selatan. Arah yang menuju
Paninggaran, tempat tinggal Nenek dan Kakek.
“Tidak!”sahut ayah. “Ayah pilih kamu,
karena kamu banyak omongnya. Tentu agar Mobil terus melaju menempuh jalan
Ayah tak ngantuk saat memegang setir, Indri.” berliku naik turun bukit. Sambil menikmati
wisata alam pegunungan di sepanjang jalan,
“Memangnya kalau dengan Ibu, Ayah ayah berkata, “Ibumu kok tak bersuara, Indri.
mengantuk?” Coba, kautoleh!”
Majalah Digital - Lentera Ilmu 34